Rabu, 26 Agustus 2015


Bukan CINTA yang ku dapat
Tapi LUKA hati yang berlipat
Semoga menjadi KEPUTUSAN yang tepat
Engkau tetap SAHABAT
Abah AbiB.Al-Bantani

Muhammad Damanhuri Al-Bantani
Lulusan Terbaik Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak
SMK Babunnajah
Menes - Pandeglang
2014

Jumat, 19 September 2014

Cerpen "Maafkan Aku Ummi" - Karya AbiB.Al-Bantani

Assalamu'alaikum Wa Rohmatullahi Wa Barokatuh

Sahabat Pena yang dimuliakan Allah, kali ini Abib akan memposting Cerpen karya Abib sendiri.
Cerpen ini dibuat saat Abib masih kelas XI SMK. Semoga Sahabat Pena yang Abib cintai dapat meluangkan waktunya untuk membaca Cerpen ini
Akhir kata Abib ucapkan terimakasih dan mohon maaf karena Abib sendiri masih dalam tahap pembelajaran.

Wassalamu'alaikum Wa Rohmatullahi Wa Barokatuh




Maafkan Aku Ummi
            Karya : AbiB.Al-Bantani

Ummi Ida adalah wanita cantik dan juga solehah, ia merupakan novelis yang berbakat, bahkan ketika ia duduk di kelas X SMA ia mendapatkan juara 1 Lomba mengarang Novel se-Provinsi Banten. Ummi Ida dikaruniai 3 orang anak Aldi, Aisyah dan Rindu. Mereka tinggal di Desa Mekarjaya Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Ketiga anaknya terlahir dengan fisik yang begitu sempurna, Aldi menjadi pemuda tertampan di kampusnya, Aisyah yang saat ini menjadi incaran pemuda-pemuda karena kecantikan dan kesolehahaannya, sedangkan Rindu mendapat gelar bidadari di sekolah Madrasah Tsanawiahnya.
                Namun begitu sangat disayangkan akhlak serta sifat satu diantara ketiga anak Ummi Ida tidaklah seperti penampilannya, yaitu putra pertamanya Aldi. Saat ini Aldi berprofessi sebagai Mahasiswa di salah satu Universitas swasta di Pandeglang. Sekilas penampilan Aldi yang tampan menutupi jati dirinya sebagai laki-laki bejad, kenapa demikian? Karena ketika ia berada di kampus kelakuannya sangatlah baik, tapi saat di luar kenakalannya mulai terlihat. Banyak wanita sekampusnya yang menjadi korban rayuan atas penampilannya.
Semenjak ia menjadi Mahasiswa banyak wanita yang diperdaya oleh ketampanannya untuk melampiaskan nafsu bejadnya. Sering sekali ia pulang larut malam, padahal jam kuliah hanyalah sampai pukul 14.00 WIB. Pergaulan yang buruk membuat Aldi tumbuh menjadi laki-laki yang berakhlak buruk, padahal ketika Aldi duduk di bangku MTs ia dikenal sebagai anak yang baik sekaligus tekun dalam belajar, sampai-sampai ia beberapa kali mendapatkan Juara Umum di Sekolahnya. Tapi sekarang perilaku Aldi berubah seratus delapan puluh derajat. Bagaimana tidak perilaku yang dulunya penuh dengan kerohanian Islam kini berubah.
Sering sekali Aldi pulang dalam kedaan mabuk. Sungguh sangat sedih hati Ummi Ida sebagai seorang ibu karena melihat perilaku anaknya yang semakin hari semakin jauh dari syariat Islam. Sesekali Ummi Ida menasihati Aldi, tapi apa yang dilakukan Aldi? Kadang sebuah  tamparan tanpa belas kasihan ia berikan, Aldi tak pandang bulu dengan siapa ia bicara walaupun itu ibunya sendiri.
Tidak terasa kini waktu menunjukan pukul 21.00 WIB. Tapi Ummi Ida masih saja duduk termenung di depan rumah seraya air mata menitik dari kelopak matanya.
“Rindu, Ummi kemana? Kok tadi kakak ke kamarnya tidak ada?” tanya Aisyah pada Rindu.
 “Tadi Rindu lihat Ummi sedang duduk di depan rumah!”.
“Pasti Ummi lagi memikirkan kak Aldi yang dari tadi pagi tidak pulang-pulang” tutur Aisyah dalam hati.
Aisyah langsung bergegas menuju depan rumahnya.
“Ummi jangan terlalu dipikirkan, mungkin kak Aldi lagi ada tugas tambahan dari dosen, jadi sampai larut malam seperti ini ia belum pulang”, tutur Aisyah lembut.
“Ummi hanya khawatir syah, takut terjadi apa-apa dengan kakakmu, dari pagi hingga sekarang ia belum pulang juga, tidak memberikan kabar, Ummi telpon tapi nomornya tidak aktif”.
“Nanti Aisyah cari informasi dari teman-teman Aisyah, kebetulan Aisyah kenal dengan teman kak Aldi.
“Sekarang, Ummi makan dulu dari tadi siang Ummi belum makan, takut magh Ummi nanti kambuh lagi”. Pinta Aisyah kepada Umminya yang sangat ia sayangi. Tiba-tiba Ummi Ida meneteskan air mata begitu deras bagaikan caruan air hujan.
“Kau sangat berbeda dengan Aldi kakakmu, hatimu begitu mulia, hatimu begitu lembut seperti almarhum Abimu”. Mendengar perkataan Umminya Aisyah langsung meneteskan air mata seraya memeluknya.
“Andai Abi masih ada ya Ummi”. Tutur Aisyah lirih.
                Hujan kian deras menyirami tanah Pandeglang
Di Desa yang jauh dari keramaian orang, Rindu adik dari Aisyah masih sibuk dengan tugas matematikanya yang besok harus segera ia kumpulkan meskipun sudah larut malam.
Tok...tok...tok
“Rindu… kenapa lampu kamarnya masih menyala nak,  Rindu belum tidur?”.
Ummi Ida mengetuk pintu kamar Rindu yang lampunya masih menyala, Ummi Ida tahu bahwa Rindu tidak akan bisa tidur jika lampu kamarnya masih menyala.
“Iya Ummi, tugasnya belum selesai”. Sahut Rindu sambil beranjak dari meja belajarnya untuk membukakan pintu.
“Tugas apa Rindu?, sampai larut malam seperti ini belum juga selesai”. Tanya Ummi Ida.
“Tugas Matematika Ummi yang diberikkan Ibu Linda hari ini banyak Ummi, harus segera diselesaikan sekarang, karena besok harus  dikumpulkan”, tutur Rindu pelan.
“Apakah tidak besok pagi saja diselesaikannya, ini sudah larut malam nak”, nasihat Ummi Ida.
“Malam ini saja Ummi, lagi pula Rindu belum ngantuk kok, nanti kalau misalkan sudah selesai pasti Rindu langsung tidur”. Jawab Rindu mantap.
“Ya Sudah, jangan lupa sikat gigi, cuci kaki dan tangan serta berwudzu sebelum tidur nak”.
“Iya Ummi”.
Rindu yang saat ini berusia 12 tahun adalah siswi kelas VII di salah satu Madrasah Tsanawiah Negeri di daerah Pandeglang, ia merupakan sosok siswi yang sangat tekun dalam belajar, tidak heran jika ia sangat disayang oleh guru-guru di sekolahnya, ia pernah beberapa kali terpilih menjadi siswi perwakilan Kabupaten Pandeglang untuk mengikuti perlombaan olimpiade matematika se-Provinsi Banten dan sangat baik hasil yang ia peroleh, yaitu mendapat juara pertama dengan kesalahan 2 soal dari 250 butir soal olimpiade matematika yang diberikan panitia. Ia bercita-cita menjadi seorang guru besar matematika. Wajar saja karena kemampuannya dibidang eksak sudah tidak diragukan lagi.
                Saat air hujan terhenti malam itu kian hening, Ummi Ida serta Aisyah pun sudah sejak tadi tertidur, dan Rindu kini masih sibuk dengan tugas matematikanya.
“Alhamdulillah tinggal 2 soal lagi yang belum dikerjakan”. Dengan mengucap syukur Rindu bertutur dalam hati, seraya ia goreskan pena hitam di kertas HVS yang penuh dengan jawaban dari 50 butir soal yang diberikan oleh Ibu Linda tadi siang.
Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar menghampiri halaman rumah Rindu.
Detik demi detik berlalu langkah kaki itu kian mendekat sangat jelas terdengar, sepatu pentopel dan high heels perempuan.
“Praaaayyyy....”.
Suara pecahan kaca terdengar dari arah langkah kaki itu.
“Astagfirullahal’adzim”.
Rindu sangat terkejut dengan adanya suara itu, tak terasa pena yang ia pegang kini jatuh ke kolong meja belajarnya, baru setengah jawaban dari 1 soal yang belum terselesaikan itu terpaksa ia tunda, ia berniat untuk membangunkan Ummi. Ketika Rindu baru saja di depan pintu kamarnya terdengar suara orang mengetuk pintu sangat keras di depan pintu rumahnya.
“Heeeeeey buka pintunya gua mau masuk, gua mau tidur sama bidadari gua malam ini, ha ha ha ha”.
Begitulah suara orang yang dari tadi mengetuk pintu rumah Rindu dengan sangat keras.
“Apakah itu kak Aldi?” Tutur Rindu dalam hati.
Dengan langkah pasti ia keluar dari kamarnya lalu bergegas ke kamar tidur Umminya.
“Ummi ada orang di depan rumah”. Tutur Rindu sambil membangunkan Umminya yang terlihat begitu pulas tertidur karena kelelahan mengurus rumah seorang diri ketika ketiga anaknya pergi untuk sekolah.
Orang itu siapa Rindu?”. Tidak lama kemudian Ummi menyahut sambil beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil jilbab putih yang tergantung di belakang pintu kamarnya.
“Rindu tidak.. tidak tahu Ummi!”. Jawab Rindu gugup
“Coba Ummi tengok dulu”. Balas Ummi
“Woooooy ada orang gak sih di dalam, gua ngantuk begooo. Apa kalian sudah pada mati ha....a?”. Suara itu kembali terdengar begitu keras dan jelas suara yang memecah keheningan malam itu.
“Astagfirullah’aladzim, itu pasti Aldi anakku”. Tutur Ummi lembut.
Sebelum Ummi Ida hendak membukakan pintu, ia bergegas ke kamar tidur Aisyah bermaksud untuk membangunkannya karena takut terjadi sesuatu dengan Aldi anaknya. Kamar Aisyah terletak tidak jauh dari kamarnya.
Tok...Tok...Tok
“Aisyah buka pintunya nak, kakakmu Aldi datang”. Ummi Ida mengetuk pintu kamar Aisyah sambil menyahutinya.
“Iya Ummi “. Balas Aisyah seraya beranjak dari tempat tidurnya.
Tidak begitu lama, Aisyah pun keluar dari kamarnya.
“Rindu, sekarang Rindu masuk kamar,  kunci kamarnya dan langsung matikan lampu kemudian tidur”. Intruksi Ummi Ida kepada Rindu.
“Iya Ummi”. Jawab Rindu sambil bergegas menuju kamarnya dengan setengah lari.
Dua perempuan itu memberanikan diri mereka untuk menemui Aldi, karena mereka akan menemui seorang laki-laki yang mata hatinya suda dibutakan oleh nafsu amarahnya. Tidak hanya itu saja akhlak serta moralnya pun sudah jauh dari tuntunan islam.
“Iya tunggu sebentar di”. Sahut Ummi Ida dari dalam rumah.
“Oh, rupanya perempuan tua itu masih hidup he he he, cepetan goblok gua mau masuk”. Tutur Aldi dengan nada kasar.
Ummi Ida dan Aisyah sangat terkejut ketika membukakan pintu rumahnya dan melihat Aldi menggandeng seorang wanita pelacur yang mengenakan pakaian yang serba menonjolkan auratnya.
Astagfirullah’aladzim Aldi kamu mabuk lagi nak, dan siapa yang saat ini kau gandeng itu?”. Tutur Ummi Ida seraya menarik nafas, air matanya pun menitik begitu deras. Rasa sedih diselimuti sesal yang kini Ummi Ida rasakan, seakan tidak percaya dengan apa yang saat ini tampak dalam pandangnya.
Begitu terpukul dan sangat sakit kini hati Ummi Ida, sebagai seorang ibu ia sangat merasa bersalah karena melihat perilaku anaknya saat ini, telah salah ia mendidik Aldi hingga ia berubah menjadi sosok laki-laki yang jauh dari tuntunan Islam.
“Ya Allah… ampunilah dosa-dosa hamba dan dosa-dosa anak-anak hamba, jangan dulu kau panggil anakku sebelum ia berada dalam jalan kebenaran-Mu” Tutur Ummi Ida.
“Alaaah banyak bacot lu, percuma lo berdo’a, Allah tidak akan ngabulin do’a-do’a lo itu, awas gua mau masuk, gua ngantuk banget nih”. Dengan nada kasar Aldi berkata seraya ia  mendorong kedua wanita yang kini berdiri di hadapannya itu.
“Astagfirullah’aladzim, istigfar nak tak sepantasnya engkau berkata seperti itu”. Tutur Ummi Ida dengan nada sendu.
“Kak Aldi Istigfar, ini itu Ummi kita, wanita yang telah melahirkan kita ke dunia, wanita yang rela berkorban untuk kita, wanita yang telah berjasa,  tak sepantasnya kakak melakukan ini terhadap Ummi”. Tutur Aisyah sambil merangkul tubuh Umminya yang terjatuh kesakitan akibat dorongan yang sangat keras yang dilakukan oleh Aldi.
Aldi dengan muka tidak bersalah ia memasuki rumah peninggalan ayahnya yang merupakan peninggalan satu-satunya. Dengan keadaan mabuk Aldi dan wanita pelacur itu berjalan sempoyongan, sesekali mereka berdua terjatuh dan tertawa terbahak-bahak hal itu membuat hati Ummi Ida serta Aisyah bertambah sakit, bagaimana tidak Aldi yang dulu dikenal oleh Ummi Ida sebagai anak yang soleh, cerdas, serta bijaksana itu kini berubaha menjadi anak yang durhaka dan juga laki-laki bejad.
                Malam itupun menjadi malam yang penuh dengan air mata bagi Ummi Ida dan Aisyah. Semalaman mereka memikirkan Aldi, orang yang seharusnya menjadi kepala keluarga menggantikan almarhum ayahnya, tapi ia malah menjadi sosok yang ganas bak harimau yang siap memangsa siapapun yang ada di depannya.
                Keesokan harinya, seperti biasa Ummi Ida, Aisyah dan Rindu bangun pukul 03.00 WIB. Mereka berwudhu dan langsung melaksanakan sholat tahajud. Setelah sholat tahajud mereka bermunajat kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menjadikan langit dan bumi yang memberikan begitu banyaknya kenikmatan. Kekuatan sehebat apapun tidak akan bisa menandingi kehebatnnya. Dzat yang Maha Esa, tiada sekutu baginya dan tiada tempat untuk meminta perlindungan kecuali pada-Nya.
“Ya Allah, puji syukur kami kepadamu atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada keluarga kami, atas segala anugerah yang telah Engkau berikan kepada keluarga kami, Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami baik dosa yang besar maupun dosa yang kecil, baik dosa yang terlihat oleh mata kami maupun dosa yang samar, baik dosa yang kami sengaja maupun dosa yang tidak kami sengaja, Ya Allah hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan tidak ada tempat yang pantas bagi kami untuk meminta petunjuk dan tempat kami mengadu tentang semua masalah di dunia-Mu, Ya Allah kami hanyalah hamba-hamba-Mu yang lemah, Ya Allah berikanlah kepada kami ketetapan hati untuk selalu berada dalam jalan kebenaran-Mu, kami ingin berIstiqomah di jalan-Mu, Ya Allah terangilah kami jika kami berada dalam kegelapan, berilah kami kesehatan jika kami berada dalam kesakit, lindungilah kami jika kami berada dalam ancaman orang-orang dzalim, berilah kami petunjuk jika kami berada dalam kesesatan. Ya Allah sadarkan Anak hamba Aldi dari kegelapan serta kenistaan yang kini menutup mata hatinya hingga ia dibutakan dengan gemerlapnya dunia. Ya Allah, hamba yakin saat ini Engkau sedang melihat kami, Engkau sedang mendengarkan kami yang bersujud mengharap ampunan-Mu dan mengharapkan petunjuk-Mu dari setiap cobaan yang engkau berikan kepada kami.
Ya Allah, kami tahu engkau Maha Adil dan juga Bijaksana, janganlah Engkau panggil dulu anakku Aldi sebelum ia dalam keadaan Muslim, berikanlah ia hidayah-Mu, bukakanlah mata hatinya untuk melihat kebatilan yang selama ini ia lakukan, Ya Allah kami semua hanyalah makhluk-Mu yang rapuh, hanya air mata yang mampu menjelaskan kesedihan ini. Kami yakin engkau Maha Tahu akan isi hati kami, Ya Allah jaukanlah kami dari fitnah-fitnah dunia yang membuat kami lalai dalam menjalankan perintah-perintah-Mu”. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.
Selepas sholat tahajud mereka bersama-sama membaca Al-Qur’an. Terasa sejuk di hati saat bibir membaca firman-firman Allah yang tersusun rapih dan terukir indah.
“Berisik bego, gua lagi tidur”. Aldi menghampiri mereka dan begitu keras suara Aldi memecah Merdunya lantunan ayat Suci Al-Qur’an yang Ummi Ida, Aisyah dan Rindu lantunkan.
“Astagfirullah’aladzim”. Mereka hanya beristigfar dalam hati dan tetap meneruskan bacaan mereka yang hampir 7 ayat itu.
“Los semua gak denger gua tadi bilang apa, kalau lo tetep baca itu gua akan usir lo semua dari rumah ini”.
“Astagfirullah’aladzim kak Aldi Istigfar, sudah terlalu jauh kak Aldi berada dalam kenistaan yang kini sudah menggelapkan mata hati kakak, ini adalah rumah peninggalan ayah, bukan sepenuhnya milik kakak”. Aisyah menegaskan dengan nada lembut sesekali air mata mengalir ke pipinya.
“Alaaah bersetan dengan kalian”. Ucap Aldi kasar.
“Sekarang gua mau makan”. Lanjut Aldi dengan muka sinis
“Tidak ada makanan nak, Ummi belum masak. Sekarang masih pagi lebih baik kau ambil wudhu dan shalat subuh berjama’ah dengan kami, sudah lama kita tidak shalat berjama’ah nak”. Pinta Ummi lembut.
“Alaaah percuma gua shalat toh Allah tidak mengabulakan doa-doa gua”. Balas Aldi dengan rasa tidak perduli.
“Istigfar nak, Allah punya rencana lain untuk hidupmu”.
“Rencana apa?. Gua udah punya rencana untuk sekolah di luar negeri dengan jalur beasiswa tapi kenapa setelah gua ikut test gua gak lolos. Padahal gua udah belajar tekun dan berdo’a siang malam”. Mendengar perkataan Aldi Ummi Ida merasa sedih dan air matanya pun tak tertahankan untuk terjatuh. Aisyah dan Rindu langsung memeluk Umminya yang sangat mereka cintai itu.
                Aldi berubah menjadi seperti sekarang ini karena 2 tahun yang lalu ia tidak lolos ketika test lewat jalur beasiswa di Universty Oxford Inggris, padahal ia sangat ingin bersekolah di sana. Dari peristiwa itu ia mengaggap Allah tidak menyayanginya lagi karena keinginannya tidak terwujud dan saat ini ia kuliah di Universitas Indonesia di Jakarta, itu juga karena dibujuk  oleh Umminya. Karena awalnya ia tidak mau melanjutkan sekolah. Namun semenjak ia kuliah, kepribadian yang Islami dalam dirinya kini berubah menjadi brutal.
                Embun di pagi yang buta, mentari yang baru terlihat tersenyum seraya berbagi terangnya untuk orang-orang yang berangkat mencari rizqi. Terasa sejuk udara dipagi hari ditambah merdu kicauan burung yang tak bosan-bosan memberikan keindahan suaranya. Sinar mentari baru terlihat remang-remang tak jelas, karena ditutupi kabut tebal di pagi hari.
                Aisyah seperti biasa membatu pekerjaan Umminya. Mulai dari mencuci baju, menyapu halaman rumah, mencuci piring dan masih banyak yang lagi. Setelah semua pekerjaan telah selesai dikerjakan Aisyah beristirahat di kamarnya melelas lelah dengan merebahkan tubuh di kasur empuk.
                Tidak  lama kemudian Aldi keluar dari kamarnya menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Aldi terdiam di depan pintu kamar Aisyah. Kamar Aisyah yang selaju dengan kamar mandi.
“Pasti si cantik ini lagi istirahat”. Tutur Aldi dalam hati. Perkiraan yang sangat tepat, ini karena Aldi sudah hafal betul dengan kegiatan ibu dan juga adik-adiknya di rumah.
                Aldi membuka pintu kamar Aisyah yang saat itu tidak dikunci. Senyum Aisyah yang manis walaupun ia sedang tertidur, jilbab warna merah muda yang tetap Aisyah kenakan walaupun ia sedang tertidur dengan pakaian gamis warna birunya. Ia tidur begitu lelap karena seharian membantu Umminya  mengerjakan pekerjaan rumah hal itu pastilah melelahkan.
                Entah bisikan syetan apa yang menghasut pikiran Aldi. Dengan tangan kasar ia memegang tangan Aisyah, Aisyah pun sangat terkejut dan terbangun. Aisyah membukakan kedua matanya, sungguh ia dibuat kaget ternyata yang memeganginya tersebut adalah kakaknya sendiri.
“Kak Aldi, lepaskan” Aisyah berontak dan teriak saat Aldi hendak memeluk tubuh Aisyah.
“Jangan kak” teriak Aisyah dengan perlawanan semampunya.
“Ya Allah lindungi hamba, beri hamba kekuatan”, lirih Aisyah dalam hati.
Berkali-kali Aldi melayangkan tamparan dan pukulan pada Aisyah, sesekali ia melemparkan Aisyah ke tempat tidur dan memaksanya untuk memenuhi nafsu bejadnya.
“Kak Aldi jangan kak….”, teriak Aisyah dengan nada sayup seraya ia memukul Aldi dengan tangannya. Namun apa daya usahanya hanya sia-sia karena Aisyah hanyalah seorang wanita.
Aisyah hanya mampu beristigfar dalam hati seraya air mata jatuh membasahi pipinya, ia sudah berusaha melepaskan tubuhnya dari cengkraman laki-laki bejad ini. Sungguh Aisyah sangat sedih, apa yang ia akan pertanggungjawabkan kepada suaminya kelak. Karena kesuciannya telah di renggut oleh kakak kandungnya sendri.
Peristiwa itu tidak seorangpun yang mengetahui kecuali Allah dan malaikat-malaikat-Nya. Karena pada saat itu Ummi Ida  sedang pergi ke pasar, sedangkan Rindu belum pulang dari sekolahnya.
Waktu kian berlalu. Kini wanita pelacur yang dari semalaman tertidur di kamar Aldi itu bangun dan dengan lancangnya ai keluar kamar dan bermaksud untuk pergi ke dapur, karena perutnya lapar. Sebelum wanita itu membukakan pintu kamari, tiba-tiba Aldi membukakan pintu kamarnya lebih dulu dan langsug memeluk wanita pelacur itu. Mereka jadikan rumah itu tempat maksiat, seakan mereka tidak takut dengan azab Allah yang sangat pedih. Betapa bejadnya Aldi yang telah merenggut kehormatan adiknya sendiri kini ia kembali memenuhi nafsu bejadnya kepada wanita pelacur saat dia ajak menginap di rumahnya itu, Naudzubillahimingdzalik.
“Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh”. Salam Ummi Ida saat memasuki pintu depan rumah.
Tidak ada yang membalas salam itu, kini Ummi menatap ruang tamu yang sudah rapih.
“Aisyah pasti kelelahan” tutur Ummi Ida dalam hati.
Ummi Ida beranjak ke dapur, berniat ingin masak sesuatu untuk anak-anaknya.
Sebelum ia sampai di dapur langkah kakinya terhenti di depan pintu kamar Aisyah. Terdengar isak tangis seorang wanita dari arah kamar Aisyah.
“Ya Allah apa yang terjadi dengan putriku”, tutur Ummi Ida dalam hati seraya ia bergegas membukakan pintu kamar Aisyah.
“Astagfirullah’aladzim” teriak Ummi. Ia melihat Aisyah sedang duduk di atas ranjang berbalut selimut yang menutup tubuhnya.
“Siapa yang melakukan ini nak”. Tutur Umi Ida dengan nada tinggi karena merasa terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang.
Hanya isak tangis Aisyah yang menjawab pertanyaan Umminya itu, karena tidak kuasa menahan kesedihan yang saat ini ia rasakan, kehormatan yang sangat ia jaga baik-baik itu kini telah direnggut oleh kakak kandungnya sendiri. Sungguh biadap Aldi, mata hatinya sungguh tertutup.
“Ka ka ka Aldi Ummi”. Jawab Aisyah lirih.
“Astagfirullah’aladzim”. Mendengar perkataan Aisyah, hatinya serasa ditusuk berjuta-juta bambu yang runcing, sakit terasa. Air matanya mengalir begitu deras serasa ia terus beristigfar dalam hati.
Bergegas Ummi Ida keluar dari kamar Aisyah dan menuju kamar Aldi.
Setelah sampai di depan kamar Aldi tanpa mengetuk pintu Ummi Ida langsung membukakan pintu kamar Aldi. Dan apa yang ada dalam pandangannya saat ini?, Naudzubillahimingdzalik sebuah pemandangan yang membuat Ummi Ida merasa jiji.
“Astagfirullah’aladzim Aldi“. teriak Ummi Ida. Linangkan air mata yang kini hiasi pipinya. Ia langsung bergegas keluar.
                Melihat peristiwa itu Ummi Ida langsung keluar rumah dan pergi menuju rumah Pa Lurah untuk melaporkan perbuatan bejad yang dilakukan oleh anaknya itu, walupun dengan berat hati dan kasihan karena walau bagaimanapun Aldi adalah anak laki-laki satu-satunya yang seharusnya ia menjadi pelindungi baginya dan adik-adiknya menggantikan posisi Alhamarhum suaminya sebagai kepala keluarga. Tapi karena Ummi paham betul tentang syari’at Islam bahwa perbuatan anaknya sudah sangat keterlaluan dan harus dihukum.
Setelah Ummi Ida sampai di rumah Pak Lurah, ia menceritakan maksud serta tujuannya datang ke sana. Mendengar cerita Ummi Ida Bu Lurah langsung memeluknya. Ia paham betul apa yang saat ini sedang dirasakan oleh Ummi Ida.
Ummi yang sabar ya”. Tutur Bu Lurah lirih.
“InsyaAllah bu”. Jawab Ummi Ida sendu
                Tidak lama kemudian Pak Lurah dengan warga yang lainnya pergi menuju rumah Ummi Ida untuk menghukum Aldi dan wanita pelacur yang sudah melakukan dosa besar di rumah yang merupakan warisan satu-satunya dari Almarhum sang ayah.
Setelah sampai di depan rumah, Pak Lurah berhenti sejenak dan berkata “Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian kita harus sabar dan tenang. Agus, Pak Ali dan Ustman mari ikut saya masuk ke dalam”. Pinta Pak Lurah.
“Iya Pak”.
Pak Lurah dan tiga warga lainnya langsung memasuki rumah Ummi Ida untuk menggerebek Aldi dan wanita pelacur itu.
“Astagfirullah’aladzim... Aldi ayo ikut kami”. Pemandangan yang sangat tidak enak dilihat itu disaksikan Pak Lurah dan tiga warga lainnya.
Mereka memaksa Aldi dan wanita pelacur itu keluar walaupun dalam keadaan tidak memakai baju satu helai pun. Setelah mereka sampai di halaman rumah, warga langsung mempersiapkan batu untuk melempari Aldi dan perempuan pelacur itu, tanpa menunggu perintah dari Pak Lurah. Aldi dan wanita pelacur itu dilempari batu-batu besar. Di desa itu aliran Islam begitu melekat, hukum Islam di sini jadi pedoman mereka. Mereka menegakkan hukum ini semata-mata karena Lillahita’ala dan untuk kerukunan serta kejayaan umat Islam bersama.
Melihat situasi itu Ummi Ida dan Aisyah sangat sedih, air matanya bagaikan hujan deras yang tak hentinya-hentinya turun.
“Ya Allah.. Semoga yang kami lakukan ini dapat memberi  pelajaran untuk anak hamba Aldi dan semoga bisa membukakan mata hatinya yang sekian lama tertutup oleh kabut hitam kenistaan”. Do’a Ummi Ida dalam lubuk hati terdalamnya.
Dari kejauhan  Rindu merasa heran dengan banyaknya warga di halaman depan rumahnya.
“Apa yang terjadi?”. Tanya Rindu pada diri sendiri.
Bergegas Rindu berlari ke keramaian itu.
“Astagfirullah’aladzim kak Aldi, kenapa ka Aldi dipukuli begitu Ummi?”. Tanya Rindu kepada Ummi Ida sambil memeluknya erat.
Dalam benak Rindu ia berfikir ini seperti “Hukuman Rajam” dan rajam itu adalah hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan “Jinah Mukhson “ dan “Jinah Ghairu Mukhson”. Ka Aldi melakuan jinah dengan perempuan itu, Astagfirullah’aladzim tidak mungkin, tapi pikiran Rindu tentang hal itu pasti benar bahwa kakaknya itu melakukan perbuatan jina.
“Ya Allah,, ampunilah kak Aldi”. Tutur Rindu dalam hatinya.
……….

Waktu terus berlalu, jarum jam tak pernah lelah untuk terus berputar seiring dengan itu berputar pula bumi mengelilingi matahari serta bulan mengelilingi bum. Siang berubah menjadi malam dan malam berubah menjadi siang, begitulah seterusnya kehidupan di dunia ini sungguh besar Kuasa Illahi.
 2 Tahun kemudian, kini suasana rumah Ummi Ida berubah, dengan hadir cucu pertamanya yaitu putra Aisyah dengan Ust. Ahmad Bukhori. Mereka menikah 2 bulan setelah peristiwa pengasingan Aldi dari desa Mekarjaya itu. Ust. Ahmad Bukhori merupakan salah satu anak dari seorang Kiayi besar yang berasal dari desa sebrang, ia menaruh hati  pada Aisyah karena kelembutan hati serta keindahan akhlaknya. Ia tidak menghiraukan peristiwa yang 2 tahun lalu menimpa Aisyah, karena ia paham betul itu semua bukan keinginan Aisyah. Karena semua kehidupan di muka bumi ini sudah menjadi kehendak Allah SWT dalam  semua qadha dan qhadarnya, kita sebagai hamba-Nya hanyalah bisa berdo’a dan berusaha, selebihnya Allah SWT yang mengatur segalanya. Walaupun kita hidup di dunia ini mempunyai ilmu yang tinggi, toh ketika ajal kita tiba kita sendiri tidak bisa menambah usia kita atau menambah waktu kita untuk bisa hidup di dunia ini, walaupun hanya satu detik. Aisyah sangat bersyukur karena Allah SWT telah menciptakan ia untuk menjadi Imam dalam membimbingnya menuju jalan yang di ridhai-Nya. Aisyah dan Ust. Ahmad Bukhori sudah hampir 2 tahun menjalin ikatan rumah tangga, mereka dikaruniai satu orang putri yang sangat cantik.
                Rindu pun kini sudah duduk dikelas XI Madrasah Tsanawiah, kedewasaanpun mulai terlihat dari cara ia berfikir, berbicara dan bertindak. Didikan Ummi Ida kepada anak terakhirnya itu pun begitu melekat pada diri Rindu ditambah dengan ilmu agama yang Rindu dapatkan setiap hari di sekolahnya.
                2 tahun pula anak laki-laki satu-satunya Ummi Ida telah pergi, walaupun Aldi selalu menyakiti hatinya namun beliau sangat merindukan  dan menyayangi Aldi, ia sangat berharap akan kepulangan anaknya itu, ia tidak tahu ada di mana sekarang anaknya itu.
                Ummi Ida semakin beranjak tua, usianya pun sudah hampir 50 tahun sehingga penyakitnya satu persatu mulai bermunculan. Mau tidak  mau ia harus rajin untuk cek up ke dokter tiap minggunya.
                Sampai pada suatu waktu penyakit Ummi Ida kambuh, lain dengan rasa sakit yang sebelum-sebelumnya ia rasakan, kali ini sakitnya begitu parah, setiap kali Pak Ahmad suami Aisyah hendak membawa Ummi Ida ia malah menolak ajakan menantunya itu, karena Ummi berfikir sudah begitu banyak ia merepotkan keluarga anaknya itu dengan penyakit-penyakit yang kini dideritanya, ia ikhlas jika Allah SWT memanggilnya untuk kembali ke tempat peristirahatannya.
“Ummi,, sakit Ummi semakin parah, lebih baik Ummi ke dokter ya!”. Pinta Ahmad kepada Ummi Ida.
“Jangan nak, sudah terlalu banyak Ummi merepotkan kalian. Mungkin sudah tidak lama lagi Ummi akan pergi”, Tutur Umi Ida lirih
Mendengar hal itu Ahmad, Aisyah, dan Rindu berjatuhan air mata.
“Ummi, jangan tinggalin Rindu, maafkan Rindu jika Rindu belum sempat membalas semua jasa-jasa Ummi, maafkan Rindu jika kadang Rindu tidak menuruti perintah Ummi, maafkan Rindu Ummi jika Rindu belum bisa membuat Ummi bahagia. Maafkan Rindu Ummi…. Rindu cinta Ummi..” ucap Rindu dengan nada tersendu-sendu.
“Ummi sudah maafkan kesalahan kamu nak, jadilah anak yang solehah seperti kak Aisyah, turuti perintahnya nak, Ummi juga sangat mencintai Rindu, Rindu adalah anak Ummi yang baik.. Ummi sudah bahagia punya anak seperti Rindu.. do’akan Ummi ya…” jawab Ummi Ida lirih
“Aisyah juga minta maaf Ummi” tutur Aisyah sambil merangkul tubuh lemah Ummi Ida
“Maafkan Ahmad juga Ummi” tutur Ahmad seraya mencium tangan Ummi Ida
“Ummi sudah maafkan kesalahan kalian semua, ikhlaskan Ummi.
                Keesokan harinya Ahmad bermaksud untuk mencari Aldi adik iparnya yang sudah 2 tahun pergi dari rumah karena diasingkan akibat perbuatannya 2 tahun yang lalu.
                Ia meminta izin kepada Aisyah istrinya, namun Ahmad tidak memberitahu maksudnya itu kepada Ummi Ida, karena takut hanya akan menambah beban pikirannya.
“Ummi Abi berangkat dulu”. Tutur Ahmad kepada istrinya.
“Iya Abi, hati-hati di jalan”. Jawab Aisyah
Ahmad yang sangat pengertian terhadap Ummi Ida, ia sudah menganggap Ummi Ida sebagai Ibu kandugnya sendiri. Iya tahu dalam tatapan Ummi Ida, ia sangat ingin bertemu dengan anaknya itu, namun tak pernah ia ceritakan kepada anak dan menantunya.
                Ahmad pergi mencari Aldi dengan memakai Mobil Hoda Jazz warna putih, dengan mengenakkan baju koko hitam dihiasi bordir warna putih tangan pendek dan berpeci hitam, ia memasuki mobil dan langsung meningalkan halaman rumah.
“Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah beri Hamba petunjuk-Mu”. Tutur Ahmad dalam hati.
Ahmad sudah keliling ke sana ke mari,  mencari setiap petunjuk yang ia dapat dari temannya tentang keberadaan Aldi. Sebenarnya Ahmad sudah dari dulu berniat untuk mencari Aldi, namun Ummi Ida selalu melarangnya dengan alasan semoga kehidupan di luar bisa lebih menyadarkan anaknya itu.
Begitu banyak alamat-alamat yang ia dapatkan dari temannya. Alamat pertama ia mendatangi rumah yang mewah namun di gerbang rumah itu tertera pelang yang bertuliskan “RUMAH INI DI SITA”, iya mendapatkan informasi bahwa penghuni rumah ini sudah lama pergi, ia terbukti melakukan korupsi di tempat ia berkerja dan pindah ke tempat lain, Ahmad sempat diberi alamat rumah Aldi yang baru, karena seseorang yang memberitahukannya itu pernah menjadi pengurus kebun milik Aldi.
“Pak Aldi mempunyai istri yang solehah dan beliau dikaruniai satu orang putra yang tampan persis seperti Pak Aldi, Pak Aldi pernah bercerita kepada saya tentang masa lalunya yang suram, dan ia pun diusir dari tempat kelahirannya, namun Pak Aldi sangat menyesali perbuatannya itu. Pak Aldi juga bilang ke saya bahwa ia sangat ingin sekali pulang ke rumahnya, ia merindukan Ummi dan adik-adiknya, namun beliau malu atas apa yang telah beliau lakukan kepada mereka. Memang Pak Aldi orang yang sangat baik, tapi saya heran entah kenapa ia bisa melakukan perbuatan kotor itu yaitu menggelapkan uang perusahaan”. Begitulah penjelasan dari Bapak ujang mantan pengurus kebun di rumah Aldi.
                Kemudian Ahmad pergi ke alamat ke dua, rumah yang terletak jauh dari jalan raya, sehingga Ahmad harus berhati-hati karena jalan yang ia tempuh sangatlah rusak. Sesekali ia harus bersabar mengendarai mobilnya melewati jalan licin yang berlumpur, sering sekali ban mobilnya masuk ke lubang lumpur yang mengakibatkan iya harus meminta bantuan kepada warga setempat untuk mendorong mobilnya.
Setelah tiba di rumah yang kedua, rumah yang sederhana yang jauh berbeda dengan rumah yang pertama,  ia langsung mengetuk pintu rumah itu.
“Tok...Tok...Tok”.
“Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh”. Salam Ahmad seraya mengetuk pintu rumah itu.
“Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh”. Mau cari siapa Pak? Tanya seorang wanita berjilbab hitam.
“Benar ini rumah Bapak Aldi?” Ucap Ahmad sambil menunjukan kertas yang berisi alamat rumah tersebut.
“Iya, memang dulunya ini rumah Bapak Aldi, tapi sekarang Bapak Aldi sudah pindah Pak, karena sewaktu Pak Aldi tinggal di sini Istrinya menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan di rumahnya sendiri selagi Pak Aldi sedang pergi mencari berkerja” tutur Ibu yang saat ini berdiri di depan Ahmad.
“Silahkan masuk Pak”
“Oh iya bu” jawab Ahmad.
“Maaf Pak ini bukan rumah tapi gubuk, sebentar Pak saya ambilkan air seadaanya”.
“Oh iya Bu, terimakasih jangan repot-repot” jawab Ahmad lagi.
Ibu yang berjilbab hitam itu menyuguhkan segelas air putih dan sepiring beberapa jajanan warung yang ia beli.
“Ini Pak, maaf Pak tidak ada apa-apa”.
“Oh, tidak apa-apa Bu”. Jawab Ahmad

Kejadian itu kira-kira 5 bulan yang lalu, pagi itu sangatlah cerah, saya lihat Pak Aldi dan Istrinya sedang berdiri di depan rumah. Dari jauh saya perhatikan mereka karena kebetulan rumah saya waktu itu tidak jauh dari kediaman Pak Aldi. Ternyata pagi itu Pak Aldi akan mencari pekerjaan karena saya lihat ia membawa beberapa map di tangannya, sebelum berangkat ia mencium kening Istri dan anaknya yang waktu itu baru masih berusia 9 bulan.
Kira-kira pukul 13.00 WIB setelah saya selesai mencuci saya dikagetkan dengan tangisan seorang bayi, suara tangisan itu berasal dari rumah Ibu Resti istri Pak Aldi. Saya langsung bergegas menengoknya ke sana.
Setibanya di depan rumah Bu Resti, pintu rumahnya terbuka kemudian saya langsung masuk ke dalam. Suara tangisan anak Bu Resti semakin jelas terdengar oleh telinga saya, ternyata Muhammad anak dari Pak Aldi sedang berada di ranjang tempat tidurnya yang mungil.
“Atagfirullah’aladzim, apa yang terjadi dengan Muhammad? Dimana Ibu Resti? Ia begitu tega meninggalkan anaknya seorang diri”
Saya melihat rumah itu sangat berantakan, lemari yang hampir semua isinya berserakan dil antai, perabotan yang lainnya. Saya bergegas ke kamar Bu Resti dan “Astagfirullah’aladzim” saya beristigfar dengan setengah berteriak, saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya lihat saat itu. Ibu Resti sedang terbaring di atas kasur dengan bermandikan darah. Saya menghampirinya, baju yang ia kenakan banyak yang sobek. Ya Allah…. Bu Resti apa yang terjadi dengan Ibu, saya memegangi tangan kirinya, sedang tangan kanannya memegangi pisau yang tertancap di perutnya, mukanya penuh dengan darah sampai saya hampir tidak bisa mengenalinya.
“Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh”. Suara salam Pak Ahmad dari luar rumah. Pak Ahmad kemudian langsung pergi ke kamar karena melihat rumahnya sangat berantakan.
“Atagfirullah’aladzim, apa yang terjadi dengan kamu Ummi?” Pak Aldi berkata seraya ia menangis hebat.
“Saya mendengar Muhammad menangis kemudian saya bergegas kemari Pak, dan saya jumpai Bu Resti sudah seperti ini” jelas saya
Saya sangat kasihan terhadap Pak Aldi, nasibnya sungguh malang. Setelah 1 tahun yang lalu ia kehilangan harta, rumah dan pekerjaanya, kini ia harus kehilangan istrinya. Setelah kejadian itu saya tidak melihat Pak Aldi lagi, kata orang-orang Pak Aldi pindah.
Begitulah cerita yang diceritakan oleh Ibu berjilab hitam itu seraya ia menangis. Ahmad merasa sedih dengan apa yang diceritakn olehnya.
“Innalillahi Wa Innalilaihiraaaji’un kuburannya kira-kira jauh tidak bu dari sini?” Tanya Ahmad
“Kebetulan tidak Pak hanya beberapa meter saja”
“Boleh saya  diberitahukan tempatnya Bu?”
“Oh, tentu saja bisa, nanti anak saya yang akan mengantar Bapak ke tempat pemakaman Istri Pak Aldi”.
“Baik Bu, oh maaf Bu, sebelumnya kita belum berkenalan. Nama saya Ahmad, kebetulan saya suami dari adiknya Pak Aldi” tutur Ahmad
“Nama Ibu, Bu Anah”
Begitulah percakapan Aldi dengan Bu Anah
“Iwan tolong antarkan bapak ini ke kuburan Ibu Resti Istrinya Bapak Aldi”
“Iya Ummi”
Tidak begitu jauh memang tempat pemakaman Almarhumah Ibu Resti istri dari Aldi tersebut. Setelah sampai di sana, Ahmad pun langsung berziarah dan mendo’akan Almarhumah istri dari adik iparnya itu. Setelah selesai mereka kembali ke rumah yang dulu dihuni oleh Aldi, di perjalanan Ahmad bertanya-tanya kepada Iwan anak dari Bu Anah yang saat ini menghuni rumah Aldi.
 “Iwan sekarang kelas berapa?” Tanya Ahmad akrab.
“Kelas VII Pak
“Iwan kenal dengan anak dari  Bapak Aldi?”
“Kenal Pak, bahkan sebelum Pak Aldi pindah Iwan selalu mengajak anaknya bermain bersama-sama”.
                Sesampainya di rumah, Ahmad langsung berpamitan pulang dan meminta alamat rumah Pak Aldi.
“Terimakasih Bu, Assalamu’alaikum Waromatullahi Wabokatuh”
“Iya sama-sama Pak. Wa’alakumsalam Waromatullahi Wabokatuh”
Kemudian Ahmad pun melanjutkan perjalanannya, namun di perjalanan banyak sekali hambatan yang ia alami, mulai dari kempes ban, kehabisan bensin, mogok dan terjebak dilumpur. Alamat yang diberikan oleh Ibu Anah tersebut sangat sulit untuk di cari, karena kurang jelas alamat yang ia berikan.
Kini jam menunjukan Pukul 17.30 WIB, Ahmad berniat mencari Masjid. Setelah menemukan masjid ia langsung memarkirkan mobilnya di halaman masjid. Aldi keluar dari mobilnya sambil membawa tas yang ia gantugkan di pundaknya yang berisi peralatan sholat dan Al-Qur’an. Sebelum ia memasuki Masjid, ia duduk sejenak di teras mesjid sambil melepaskan sepatu pentopel yang selalu setia mengikuti jejak langkahnya mencari adik iparnya.
                Dari kejauhan Ahmad melihat pengemis yang berpakaian sobek dan kumel, tidak memakai alas kaki, memakai topi putih namun sudah kusam karena mungkin terlalu lama tidak ia cuci, pengemis itu menghampiri Ahmad yang saat itu sedang melepas lelah di teras masjid. Seiring dengan langkah pengemis yang masih muda itu, Ahmad sangat serius mengamati wajah pengemis itu, langsung ia mengambil dompet dan melihat photo Aldi yang diberikan istrinya Aisyah sebelum ia berangkat.
“Alhamdulillahirobbil’alamin, MasyaAllah” Tutur Ahmad dengan sedikit berteriak. Ahmad langsung sujud Syukur kepada Allah.
Pengemis itu kini lebih dekat.
“Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Bapak boleh saya minta sedikit  makanan untuk mengganjal perut saya yang sudah 2 hari tidak saya isi dengan sebiji nasipun, saya berharap Bapak bisa jadi malaikat penolong saya hari ini”.
Pengemis itu berdiri di depan Ahmad yang masih sedang sujud.
Ahmad langsung bangun dan berkata :
“Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh, aku adalah manusia yang diberi amanah oleh seorang istri yang cantik dan juga solehah, untuk mencari seorang anak laki-laki yaitu kakaknya sendiri yang dulu pergi karena diasingkan akibat perbuatannya 2 tahun yang lalu, kini sosok wanita yang melahirkannya sedang merinddukan ia, kini wanita itu sedang berbaring tak berdaya di atas ranjangnya dan menantikan kepulangan anak laki-laki satu-satunya itu yang ia sangat rindukan dan sayangi, ia bernama Aldi Muslim yang dulu tinggal di pedesaan bernama Desa Mekarjaya”. Begitulah tutur Ahmad dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar perkataan itu pengemis yang saat itu berdiri di hadapan Ahmad langsung bersujud dan menangis.
MasyaAllah MasyaAllah, Allahu Akbar Allahu Akbar,  Ya Allah terimakasih”. Teriak pengemis itu yang ternyata ia adalah Aldi, ia menangis histeris dan ia langsung memeluk laki-laki yang kini berada di hadapnya.
“Kamu pasti suaminya Aisyah?” Tanya Aldi
“Iya ka”. Jawab Ahmad lembut
Keduanya berpelukan dan Ahmad lagsung bersalaman mencium tangan Aldi.
“Pulang kak, kami semua merindukanmu”, tutur Ahmad berkaca-kaca
Mendengar kata-kata itu air mata Aldi mengalir deras
“Iya kakak akan pulang untuk Ummi dan kalian, kakak juga merindukan kalian semua. Mohon maaf atas semua kesalahan-kesalahan kakak, walau kakak tahu pasti sangat berat memberikan maaf pada orang sehina kakak ”.
“Sudahlah kak, kami semua sudah memaafkan kakak”.
                Setelah itu Ahmad menuju mobilnya dan langsung membukakan pintu untuk mengambil baju ganti untuk kakak iparnya itu serta sebungkus Nasi dengan Ayam goreng yang ia beli di jalan dan sebotol Aqua yang berisi 1 liter air.
“Ini kak ada baju ganti dan makanan, kebetulan Ahmad membawa baju serta sarung dua untuk berjaga-jaga bila nanti kotor”.
“Iya, hatimu begitu mulia beruntung  adikku Aisyah mempunyai suami sepertimu”.
Aldi menyebutkan kata “Aisyah” mengingatkan ia pada perbuatan yang ia lakukan kepada adiknya 2 tahun yang lalu.
“Aku sekarang menyesaaaaaaaal”. Teriak Aldi seraya mencium kaki Ahmad.
“Sudah, jangan begitu kak dan jangan diingat masa-masa itu. Itukan sudah berlalu”.
Setelah Aldi selesai makan, rasa lapar yang menyiksanya selama 2 hari itu kini bisa terobati dan sekarang mereka bergegas untuk mengambil air wudhu.
                Setelah mereka selesai shalat maghrib, sambil menunggu datangnya waktu isya Aldi bercerita tentang kehidupannya selama 2 tahun ini.
                “Setelah apa yang aku lakukan kepada Aisyah dan kepada pelacur itu saya diusir dari rumah, bahkan Ummi sempat berkata “Jangan panggil aku Ummi, sebelum engkau menghapus sifat burukmu” aku masih ingat akan kata-kata itu. Setelah aku diusir aku melamar pada salah satu perusahaan dan alhamdulillah aku diterima sebagai manager padahal baru melamar tapi aku sudah diangkat menjadi manager, mungkin karena potensi dan mungkin karena kejujuran yang aku miliki. Diterimanya aku sebagai manager membuat perkerja serta karyawan-karyawan lainnya yang sudah bertahun-tahun bekerja di sana merasa iri, karena jabatan yang aku duduki saat itu, sehingga pada suatu hari aku difitnah menggelapkan uang perusahan sebesar 1,3 triliyun, rupiah padahal demi Nama Allah yang maha Melihat lagi Maha Mengetahui aku tidak pernah menggelapkan uang itu, melihat buktiku tidaklah kuat, dan mereka melihat rumahku yang megah itu menyangka bahwa itu adalah salah satu dari uang hasil korupsi, padahal rumah itu adalah hadiah dari seorang laki-laki yang tersesat ketika sedang melaksanakan haji dan aku dihadiahkan rumah megah itu. Seluruh aset-aset kekayaanku semuanya disita termasuk rumah yang dihadiahkan itu”.
“Berarti kakak sudah menjadi haji?” Tanya Ahmad dengan nada penasaran.
“Alhamdulillah, 1 tahun sebelum rumahku disita aku menikah dengan Wanita jebolan Pesantren terkenal di Provinsi Jawa Barat, namanya  Resti Annisa. Dia wanita yang solehah maka aku jatuh hati kepadanya karena kecantikan dan keindahan hati serta akhlaknya. Kami dikaruniai satu orang putra namanya Muhammad Muslim Basyim. Dia anak yang tampan. Setelah semuanya diambil saya pindah ke daerah bekasi yang engkau datang ke sana itu, rumah itu dapat aku kontrak selama 1 tahun, tapi setelah kami tinggal disana hampir 7 bulan yang lalu rumahku dicuri dan akhirnya istriku meninggal akibat korban pemerkosaan dan pembunuhan, setelah istriku meninggal hati ini sangat sakit. Perasaanku saat itu hancur, kebahagiaan yang indah berujung pada kesedihan dan cobaan yang bertubi-tubi, serasa di dunia ini hanya ada aku seorang. Kemudian setelah kontrakanku habis aku pergi dan hidup di jalanan seperti sekarang ini, saya mengemis karena itu yang hanya bisa ku lakukan karena aku sering sekali sakit-sakitan, ini mungkin hukuman dari Allah kepadaku atas apa yang sudah aku perbuat kepada ibu dan adik-adikku”.
Begitulah cerita yang disampaikan Aldi kepada Ahmad.
“Sekarang anak kakak berada di mana?” Tanya Ahmad penasaran.
“Kakak titipkan di Panti Asuhan karena kakak tidak mampu membiayai kebutuhannya”.
“Kalau begitu setelah kita Shalat Isya, kita pergi ke Panti Asuhan untuk menjemput Muhammad”. Pinta Ahmad.
“Iya”. Jawab Aldi singkat.
“Ayo kita Sholat dulu sudah Adzan tuh”. Ahmad mempersilahkan
“Mari”. Jawab Aldi
                Setelah mereka shalat Isya, mereka langsung pergi menuju Panti Asuhan tempat di mana Muhammad dititipkan. Sesampainya di sana Aldi langsung memeluk anaknya yang sudah hampir 1 tahun itu. Iya berkali-kali mencium pipinya yang manis serta mungil.
“Maafkan ayah nak, ayah janji tidak akan meninggalkanmu lagi”. Tutur Aldi dengan nada sendu.
Setelah tiba di Panti Asuhan Aldi dan Ahmad menceritakan maksud dari kedatangannya itu kepada Bu Ani sebagai Ketua Panti Asuhan dan beliau pun mengerti. Ketika Ahmad hendak mengambil amplop yang berisikan uang yang sudah ia siapkan. Namun tib-tiba Bu Ani berkata :
“Jangan Pak, kami ikhlas mengurusi Muhammad”.
“Tidak apa-apa ini sudah menjadi rezeki Panti Asuhan ini Bu, barang kali ada barang-barang yang dibutuhkan untuk dibeli”.
“Kalau begitu terima kasih Pak”.
“Iya Bu sama-sama”.
                Aldi hanya menangis melihat situasi saat itu, karena ternyata masih ada orang yang berbuat baik terhadap orang seperti dia yang dulunya selalu mendzalimi orang lain termasuk ibunya sendiri. Ia jadi malu jika mengingat-ingat perbuatannya 2 tahun yang lalu terhadap adiknya Aisyah, yang saat ini sudah menjadi istri Ahmad, orang yang rela berkorban mati-matian demi mencarinya.
                Setelah mereka menjemput Muhammad, mereka langsung pergi menuju rumah. Di perjalanan, tiba-tiba Handphone Ahmad berbunyi ternyata Aisyah yang menelpon, langsung Ahmad memberhentikan mobil ke pinggir jalan.
“Assalamu’alakum Warohmatullahi Wabarokatuh, Abi”.
“Wa’alaikusalam Warohmatullahi Wabarokatuh, iya Ummi ada apa?”.
“Ummi sakitnya semakin parah Bi, Ummi terus memanggil-manggil nama Kak Aldi. Kak Aldi sudah ketemu Bi?”, tanya Aisyah penasaran.
“Alhamdulillah sudah Mi, sekarang Kak Aldi sedang bersama Abi, kami sedang dalam perjalanan pulang”.
“Alhamdulillahirabbil’alamiin Ya Allah” Boleh, Ummi bicara dengan Kak Aldi”.
“Iya Mi”.
                Aldi yang dari tadi mendengarkan pembicaraan antara Ahmad dengan Aisyah, ia menundukan kepala dan kembali ia menangis sambil menatap wajah Muhammad yang tertidur pulas. Penyesalan sekaligus rasa haru menyelimuti perasaan Aldi, iya sangat tidak menyangka bahwa adiknya ternyata juga merindukan kepulangnnya, wanita yang sudah ia renggut kehormatannya itu. Namun, sampai saat ini ia tetap menghormati Aldi, ia tidak pernah membencinya, masyaAllah sungguh mulia hatinya bahkan ia ingin berbicara dengan Aldi, karena mungkin sudah lama ia memendam rindu kepada kakaknya itu.
“Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Kak Aldi ini Aisyah, Aisyah merindukan kakak”.
“Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh, maafkan semua kesalahan kakak Aisyah”, tutur Aldi dengan linangan air mata.
“Aisyah sudah memaafkan kakak dari dulu, masa lalu sudahlah berlalu kak, yang terpenting sekarang adalah kakak pulang dan itu membuat Aisyah bahagia, kak Ummi saat ini sakit parah”.
“Iya kakak sekarang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah, tunggu kakak Aisyah sampaikan kepada Ummi kakak sedang dalam perjalanan pulang, kakak rindu kalian semua”
Iya kak begitupun kam….., Ummi… Ummi” belum selesai Aisyah berkata, namun yang terdengar hanyalah suara teriakkan memanggil kata Ummi, dan setelah kata itu terucap 2 kali sambungan telepon langsung terputus.
Ternyata di rumah Aisyah melihat Ummi Ida begitu susahnya menarik nafas, saat itu Ummi Ida sedang dalam sakharatul mautnya, Aisyah yang saat itu sedang berbicara dengan Aldi di telpon ketika ia melihat Ummi Ida handphonenya langsung terjatuh kelantai dan terpecah menjadi beberapa bagian.
Di mobil, Aldi semakin merasa cemas dengan kejadian yang baru saja ia alami.
“Ahmad, bisa lebih cepat lagi tidak”, pinta Aldi dengan nada panik.
“Kenapa kak?”, jawab Ahmad penasaran.
“Sepertinya sedang terjadi sesuatu di rumah, tiba-tiba ditelpon tadi Aisyah memanggil-manggil Ummi lalu sambungannya terputus, kakak telepon kembali namun nomor Aisyah tidak aktif”, jelas Aldi semakin khawatir.
“Iya kak”. Ahmad langung menaikan gas sekencang-kencangnnya, mobil yang ia kendarai kini melaju dengan cepat, speedometer yang naik drastis. Tiba-tiba saat Ahmad memutar stir untuk belok ke kanan di depan kaca mobilnya terlihat anak kecil dan seorang nenek tua sedang menyebrang jalan dan…..
“Awaaaassssssssssssssssssss…. “
Ahmad membuang stir ke kiri dan mobilnya jatuh ke jurang yang cukup juram. Suara tangis bayi langsung terdengar keras, ya Muhammad ia masih dalam dekapan Aldi, Aldi melindunginya walau ia terlempar keluar dari mobil, namun kepala Aldi begitu parah terbanting ke batu. Ahmad masih berada di dalam mobil dalam keadaan pingsan. Tiba-tiba handphone Ahmad berbunyi, handphone Ahmad yang saat itu masih berada di saku celana Aldi. Tangan kiri Aldi yang berlumuran darah berusaha meraih handphone di saku celananya, “Ya Allah berilah hamba kekuatan”, tutur Aldi dalam hati. Ia berhasil mengambil handphone Ahmad, ternyata Aisyah yang menelpon.
“Halo, Assalamu’alaikum… Kak kak Aldi, kakak sekarang sudah tiba dimana?, Ummi sudah kritis kak, cepat kak Aldi pulang”. Suara Aisyah yang panik terdengar di telinga Aldi yang berlumuran darah
“Aisyah, tolong berikan handphone ini ke Ummi dan dengarkan suara kakak ke telinganya, sekarang”, perintah Aldi
“Iya kak”.
“Ummi, ini Aldi mi, anak Ummi, maafkan Aldi Ummi banyak sekali kesalahan yang Aldi perbuat terhadap Ummi, saat ini Aldi tidak bisa melihat Ummi yang terakhir kalinya karena Aldi………………tut tut tut”, tiba-tiba telpon terputus. Ummi Ida yang saat itu sedang menemui ajalnya tiba-tiba ia terdiam dan menangis mendengar suara Aldi ditelpon dan ia tersenyum kemudian perlahan matanya sayup dan “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’un” teriak Aisyah, seraya air matanya mengalir deras.
Setelah Aldi menuturkan permohonan maaf terhadap Umminya tidak lama kemudian iya terlebih dulu menemui ajalnya mendahului Ummi Ida

Kesedihan Aisyah, Ahmad dan Rindu tidak bisa tergambarkankan, tak mampu terurai oleh lisan dan tak mungkin terlukis oleh kata, mengingat bahwa mulai detik ini tak akan lagi sosok wanita yang akan selalu menyayangi mereka, tak akan ada lagi sosok wanita yang akan ikhlas mengorbankan hidupnya demi mereka, tak akan ada lagi wanita yang akan menasihati mereka dikala mereka khilaf, tak akan lagi tempat mereka mencurahkan hati, tak ada lagi sosok wanita yang ikhlas memberikan senyuman walau hatinya terluka. Tak akan ada dan tak akan ada lagi sebutan “Ummi Ida” dalam hari-hari mereka. Ditambah dengan kepergian Aldi, sosok kakak yang sempat mencipta luka di hati mereka namun sangat mereka sayangi dan cintai….




(Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta)