Ku Gapai Asa Lewat Sebuah Pena
Sebuah Blog yang dibuat oleh orang yang biasa, insan do'if di dunia, orang desa dari ujung Pulau Jawa. Berusaha mencari Ridha-Nya lewat sebuah artikel mudah-mudahan bermanfaat bagi semua Insan.
Rabu, 26 Agustus 2015
Jumat, 19 September 2014
Cerpen "Maafkan Aku Ummi" - Karya AbiB.Al-Bantani
Assalamu'alaikum Wa Rohmatullahi Wa Barokatuh
Sahabat Pena yang dimuliakan Allah, kali ini Abib akan memposting Cerpen karya Abib sendiri.
Cerpen ini dibuat saat Abib masih kelas XI SMK. Semoga Sahabat Pena yang Abib cintai dapat meluangkan waktunya untuk membaca Cerpen ini
Akhir kata Abib ucapkan terimakasih dan mohon maaf karena Abib sendiri masih dalam tahap pembelajaran.
Wassalamu'alaikum Wa Rohmatullahi Wa Barokatuh
Sahabat Pena yang dimuliakan Allah, kali ini Abib akan memposting Cerpen karya Abib sendiri.
Cerpen ini dibuat saat Abib masih kelas XI SMK. Semoga Sahabat Pena yang Abib cintai dapat meluangkan waktunya untuk membaca Cerpen ini
Akhir kata Abib ucapkan terimakasih dan mohon maaf karena Abib sendiri masih dalam tahap pembelajaran.
Wassalamu'alaikum Wa Rohmatullahi Wa Barokatuh
Maafkan Aku Ummi
Karya : AbiB.Al-Bantani
Ummi Ida adalah wanita cantik dan juga solehah, ia merupakan novelis yang
berbakat, bahkan ketika ia duduk di kelas X SMA ia mendapatkan juara 1 Lomba
mengarang Novel se-Provinsi Banten. Ummi Ida dikaruniai 3 orang anak Aldi,
Aisyah dan Rindu. Mereka tinggal di Desa Mekarjaya Kecamatan Cikedal Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten. Ketiga anaknya terlahir dengan fisik yang begitu sempurna,
Aldi menjadi pemuda tertampan di kampusnya, Aisyah yang saat ini menjadi incaran
pemuda-pemuda karena kecantikan dan kesolehahaannya, sedangkan Rindu mendapat
gelar bidadari di sekolah Madrasah Tsanawiahnya.
Namun
begitu sangat disayangkan akhlak serta sifat satu diantara ketiga anak Ummi Ida tidaklah
seperti penampilannya, yaitu putra pertamanya Aldi. Saat
ini Aldi berprofessi sebagai Mahasiswa di salah satu Universitas swasta di
Pandeglang. Sekilas
penampilan Aldi yang tampan menutupi jati dirinya sebagai laki-laki bejad, kenapa demikian?
Karena ketika ia berada di kampus kelakuannya sangatlah baik, tapi saat di luar
kenakalannya mulai terlihat. Banyak wanita sekampusnya yang menjadi korban
rayuan atas penampilannya.
Semenjak ia menjadi Mahasiswa banyak wanita yang diperdaya oleh
ketampanannya untuk melampiaskan nafsu bejadnya. Sering sekali ia pulang
larut
malam, padahal jam kuliah hanyalah sampai pukul 14.00 WIB.
Pergaulan yang buruk membuat Aldi tumbuh menjadi laki-laki yang berakhlak buruk,
padahal ketika Aldi duduk di bangku MTs ia dikenal sebagai anak yang baik
sekaligus tekun dalam belajar, sampai-sampai ia beberapa kali mendapatkan Juara
Umum di Sekolahnya. Tapi sekarang perilaku Aldi berubah seratus delapan puluh
derajat. Bagaimana tidak perilaku yang dulunya penuh dengan kerohanian
Islam kini berubah.
Sering sekali Aldi pulang dalam kedaan mabuk. Sungguh
sangat sedih hati Ummi Ida sebagai seorang ibu karena melihat perilaku anaknya yang semakin
hari semakin jauh dari syariat Islam. Sesekali Ummi Ida menasihati
Aldi, tapi apa yang dilakukan Aldi? Kadang sebuah tamparan tanpa belas kasihan ia
berikan,
Aldi tak pandang bulu dengan siapa ia bicara walaupun itu ibunya sendiri.
Tidak terasa kini waktu menunjukan pukul 21.00 WIB. Tapi Ummi Ida masih saja
duduk termenung di depan rumah seraya air mata menitik dari kelopak matanya.
“Rindu, Ummi kemana? Kok tadi
kakak ke kamarnya tidak ada?” tanya Aisyah pada Rindu.
“Tadi Rindu lihat Ummi sedang duduk di
depan rumah!”.
“Pasti Ummi lagi memikirkan kak
Aldi yang dari tadi pagi tidak pulang-pulang” tutur Aisyah dalam hati.
Aisyah
langsung bergegas
menuju depan rumahnya.
“Ummi jangan terlalu dipikirkan, mungkin kak Aldi
lagi ada tugas tambahan dari dosen, jadi sampai larut malam
seperti ini ia belum pulang”, tutur Aisyah lembut.
“Ummi hanya khawatir
syah, takut terjadi apa-apa dengan kakakmu, dari pagi hingga sekarang ia belum
pulang juga, tidak memberikan kabar, Ummi telpon tapi nomornya
tidak aktif”.
“Nanti Aisyah cari
informasi dari teman-teman Aisyah, kebetulan Aisyah kenal dengan teman kak Aldi.
“Sekarang, Ummi makan dulu dari
tadi siang Ummi belum makan, takut magh Ummi nanti kambuh lagi”. Pinta
Aisyah kepada Umminya yang sangat ia
sayangi. Tiba-tiba Ummi Ida meneteskan air mata begitu deras bagaikan caruan
air hujan.
“Kau sangat berbeda
dengan Aldi kakakmu, hatimu begitu mulia, hatimu begitu lembut seperti almarhum
Abimu”.
Mendengar perkataan Umminya Aisyah langsung meneteskan air mata seraya
memeluknya.
“Andai Abi masih ada ya Ummi”. Tutur Aisyah
lirih.
Hujan kian deras menyirami tanah
Pandeglang
Di Desa yang jauh dari keramaian orang, Rindu adik dari
Aisyah masih sibuk dengan tugas matematikanya yang besok harus segera ia
kumpulkan meskipun
sudah larut malam.
Tok...tok...tok
“Rindu… kenapa lampu
kamarnya masih menyala nak, Rindu belum
tidur?”.
Ummi Ida mengetuk
pintu kamar Rindu yang lampunya masih menyala, Ummi Ida tahu bahwa Rindu tidak
akan bisa tidur jika lampu kamarnya masih menyala.
“Iya Ummi, tugasnya belum selesai”.
Sahut Rindu sambil beranjak dari meja belajarnya untuk membukakan pintu.
“Tugas apa Rindu?,
sampai larut malam seperti ini belum juga selesai”. Tanya Ummi Ida.
“Tugas Matematika Ummi
yang diberikkan Ibu Linda hari ini banyak Ummi, harus segera diselesaikan
sekarang, karena besok harus dikumpulkan”,
tutur Rindu pelan.
“Apakah tidak besok
pagi saja diselesaikannya, ini sudah larut malam nak”, nasihat Ummi Ida.
“Malam ini saja Ummi, lagi pula Rindu belum ngantuk
kok,
nanti kalau misalkan sudah selesai pasti Rindu langsung tidur”. Jawab Rindu mantap.
“Ya Sudah, jangan
lupa sikat gigi, cuci kaki dan tangan serta berwudzu sebelum
tidur nak”.
“Iya Ummi”.
Rindu yang saat ini berusia 12 tahun adalah siswi kelas VII di salah satu
Madrasah Tsanawiah Negeri di daerah Pandeglang, ia merupakan sosok siswi yang
sangat tekun dalam belajar, tidak heran jika ia sangat disayang oleh guru-guru
di sekolahnya, ia pernah beberapa kali terpilih menjadi siswi perwakilan Kabupaten
Pandeglang untuk mengikuti perlombaan olimpiade matematika se-Provinsi Banten
dan sangat baik hasil yang ia peroleh, yaitu mendapat juara pertama dengan kesalahan
2 soal dari 250 butir soal olimpiade matematika yang diberikan panitia. Ia bercita-cita
menjadi seorang guru besar matematika. Wajar saja karena kemampuannya
dibidang eksak sudah tidak diragukan lagi.
Saat air hujan terhenti malam itu kian hening, Ummi Ida serta Aisyah pun
sudah sejak tadi tertidur, dan Rindu kini masih sibuk dengan tugas matematikanya.
“Alhamdulillah
tinggal 2 soal lagi yang belum dikerjakan”. Dengan
mengucap syukur Rindu bertutur dalam hati, seraya ia goreskan pena hitam di kertas
HVS yang penuh dengan jawaban dari 50 butir soal yang diberikan oleh Ibu
Linda tadi siang.
Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar menghampiri halaman
rumah Rindu.
Detik demi detik berlalu langkah kaki itu kian mendekat sangat jelas
terdengar, sepatu pentopel dan high heels perempuan.
“Praaaayyyy....”.
Suara pecahan kaca
terdengar dari arah langkah kaki itu.
“Astagfirullahal’adzim”.
Rindu sangat terkejut
dengan adanya suara itu, tak terasa pena yang ia pegang kini jatuh ke kolong
meja belajarnya, baru setengah jawaban dari 1 soal yang belum terselesaikan itu
terpaksa ia tunda, ia berniat untuk membangunkan Ummi. Ketika Rindu baru saja
di depan pintu kamarnya terdengar suara orang mengetuk pintu sangat keras
di depan pintu rumahnya.
“Heeeeeey buka pintunya gua
mau masuk, gua mau tidur sama bidadari gua malam ini, ha
ha ha ha”.
Begitulah suara
orang yang dari tadi mengetuk pintu rumah Rindu dengan sangat keras.
“Apakah itu kak
Aldi?” Tutur Rindu dalam hati.
Dengan langkah pasti
ia keluar dari kamarnya lalu bergegas ke kamar tidur Umminya.
“Ummi ada
orang di depan rumah”. Tutur Rindu sambil membangunkan
Umminya yang terlihat
begitu pulas tertidur karena kelelahan mengurus rumah seorang diri ketika ketiga
anaknya pergi untuk sekolah.
“Orang
itu siapa Rindu?”. Tidak lama kemudian Ummi menyahut sambil
beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil jilbab putih yang tergantung di belakang pintu kamarnya.
“Rindu
tidak.. tidak tahu Ummi!”. Jawab Rindu gugup
“Coba
Ummi tengok dulu”. Balas Ummi
“Woooooy ada orang gak sih di dalam,
gua ngantuk begooo. Apa kalian sudah pada mati ha....a?”.
Suara itu kembali
terdengar
begitu keras dan jelas suara yang memecah keheningan malam itu.
“Astagfirullah’aladzim,
itu pasti Aldi anakku”. Tutur Ummi lembut.
Sebelum Ummi Ida
hendak
membukakan pintu, ia bergegas ke kamar tidur Aisyah bermaksud untuk
membangunkannya karena takut terjadi sesuatu dengan Aldi anaknya. Kamar Aisyah
terletak
tidak jauh dari kamarnya.
Tok...Tok...Tok
“Aisyah buka pintunya
nak, kakakmu Aldi datang”. Ummi Ida mengetuk pintu
kamar Aisyah sambil menyahutinya.
“Iya Ummi “.
Balas Aisyah seraya beranjak dari tempat tidurnya.
Tidak begitu lama,
Aisyah pun keluar dari kamarnya.
“Rindu, sekarang
Rindu masuk kamar, kunci kamarnya dan
langsung matikan lampu kemudian tidur”. Intruksi Ummi Ida kepada Rindu.
“Iya Ummi”.
Jawab
Rindu sambil bergegas menuju kamarnya dengan setengah lari.
Dua perempuan itu memberanikan diri mereka untuk menemui Aldi, karena
mereka akan menemui seorang laki-laki yang mata hatinya suda dibutakan oleh
nafsu amarahnya. Tidak hanya itu saja akhlak serta moralnya pun sudah jauh
dari tuntunan islam.
“Iya tunggu sebentar
di”. Sahut Ummi Ida dari dalam rumah.
“Oh, rupanya
perempuan tua itu masih hidup he he he, cepetan goblok gua mau masuk”.
Tutur Aldi dengan nada kasar.
Ummi Ida dan Aisyah sangat terkejut ketika membukakan pintu rumahnya dan
melihat Aldi menggandeng seorang wanita pelacur yang mengenakan pakaian yang
serba menonjolkan auratnya.
“Astagfirullah’aladzim Aldi kamu mabuk lagi
nak, dan siapa yang saat ini kau gandeng itu?”. Tutur Ummi Ida seraya menarik
nafas, air matanya pun menitik begitu deras. Rasa sedih diselimuti sesal
yang kini Ummi Ida rasakan, seakan tidak percaya dengan apa yang saat ini
tampak dalam pandangnya.
Begitu terpukul dan sangat sakit kini hati Ummi Ida, sebagai
seorang ibu ia sangat merasa bersalah karena melihat perilaku anaknya saat ini, telah salah
ia mendidik Aldi hingga ia berubah menjadi
sosok
laki-laki yang jauh dari tuntunan Islam.
“Ya Allah… ampunilah
dosa-dosa hamba dan dosa-dosa anak-anak hamba, jangan dulu kau panggil anakku
sebelum ia berada dalam jalan kebenaran-Mu” Tutur Ummi Ida.
“Alaaah banyak bacot
lu, percuma lo berdo’a, Allah tidak akan ngabulin do’a-do’a lo itu, awas gua
mau masuk, gua ngantuk banget nih”. Dengan nada kasar Aldi berkata seraya ia mendorong kedua wanita yang kini berdiri di
hadapannya itu.
“Astagfirullah’aladzim,
istigfar nak tak sepantasnya engkau berkata seperti itu”. Tutur Ummi Ida
dengan nada sendu.
“Kak Aldi Istigfar,
ini itu Ummi kita, wanita yang telah melahirkan kita ke dunia, wanita yang rela
berkorban untuk kita, wanita yang telah berjasa, tak sepantasnya kakak melakukan ini terhadap Ummi”.
Tutur Aisyah sambil merangkul tubuh Umminya yang terjatuh kesakitan akibat
dorongan yang sangat keras yang dilakukan oleh Aldi.
Aldi dengan muka tidak bersalah ia memasuki rumah
peninggalan ayahnya yang merupakan peninggalan satu-satunya. Dengan keadaan mabuk Aldi
dan wanita pelacur itu berjalan sempoyongan, sesekali mereka
berdua terjatuh dan tertawa terbahak-bahak hal itu membuat hati
Ummi
Ida serta Aisyah bertambah sakit, bagaimana tidak Aldi yang dulu dikenal oleh Ummi Ida sebagai anak
yang soleh, cerdas, serta bijaksana itu kini berubaha menjadi anak
yang durhaka dan juga laki-laki bejad.
Malam itupun menjadi malam yang
penuh dengan air mata bagi Ummi Ida dan Aisyah. Semalaman mereka memikirkan Aldi,
orang yang seharusnya menjadi kepala keluarga menggantikan almarhum ayahnya,
tapi ia malah menjadi sosok yang ganas bak harimau yang siap memangsa siapapun
yang ada di depannya.
Keesokan harinya, seperti biasa
Ummi
Ida, Aisyah dan Rindu bangun pukul 03.00 WIB. Mereka berwudhu dan langsung
melaksanakan sholat tahajud. Setelah sholat tahajud mereka
bermunajat kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menjadikan langit dan bumi
yang memberikan begitu banyaknya kenikmatan. Kekuatan sehebat apapun tidak akan
bisa menandingi kehebatnnya. Dzat yang Maha Esa, tiada sekutu baginya dan tiada
tempat untuk meminta perlindungan kecuali pada-Nya.
“Ya Allah, puji
syukur kami kepadamu atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada
keluarga kami, atas segala anugerah yang telah Engkau berikan kepada keluarga
kami, Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami baik dosa yang besar maupun dosa yang
kecil, baik dosa yang terlihat oleh mata kami maupun dosa yang samar, baik dosa
yang kami sengaja maupun dosa yang tidak kami sengaja, Ya Allah hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan tidak ada tempat yang pantas bagi kami untuk
meminta petunjuk dan tempat kami mengadu tentang semua masalah di dunia-Mu, Ya
Allah kami hanyalah hamba-hamba-Mu yang lemah, Ya Allah berikanlah kepada kami ketetapan
hati untuk selalu berada dalam jalan kebenaran-Mu, kami ingin berIstiqomah di
jalan-Mu, Ya Allah terangilah kami jika kami berada dalam kegelapan, berilah
kami kesehatan jika kami berada dalam kesakit, lindungilah kami
jika kami berada dalam ancaman orang-orang dzalim, berilah kami petunjuk jika
kami berada dalam kesesatan. Ya Allah sadarkan Anak hamba Aldi dari kegelapan serta
kenistaan yang kini menutup mata hatinya hingga ia dibutakan dengan gemerlapnya dunia. Ya
Allah, hamba yakin saat ini Engkau sedang melihat kami, Engkau sedang
mendengarkan kami yang bersujud mengharap ampunan-Mu dan mengharapkan
petunjuk-Mu dari setiap cobaan yang engkau berikan kepada kami.
Ya Allah, kami tahu
engkau Maha Adil dan juga Bijaksana, janganlah Engkau panggil dulu anakku Aldi
sebelum ia dalam keadaan Muslim, berikanlah ia hidayah-Mu, bukakanlah mata
hatinya untuk melihat kebatilan yang selama ini ia lakukan, Ya Allah kami semua
hanyalah makhluk-Mu yang rapuh, hanya air mata yang mampu menjelaskan kesedihan
ini. Kami yakin engkau Maha Tahu akan isi hati kami, Ya Allah jaukanlah kami
dari fitnah-fitnah dunia yang membuat kami lalai dalam menjalankan
perintah-perintah-Mu”. Aamiin Ya Allah Ya Rabbal’alamin.
Selepas sholat
tahajud mereka bersama-sama membaca Al-Qur’an. Terasa sejuk di hati saat
bibir membaca firman-firman Allah yang tersusun rapih dan terukir indah.
“Berisik bego, gua
lagi tidur”. Aldi menghampiri mereka dan begitu keras suara Aldi memecah
Merdunya lantunan ayat Suci Al-Qur’an yang Ummi Ida, Aisyah dan Rindu lantunkan.
“Astagfirullah’aladzim”.
Mereka hanya beristigfar dalam hati dan tetap meneruskan bacaan mereka yang hampir
7 ayat
itu.
“Los semua gak denger gua
tadi bilang apa, kalau lo tetep baca itu gua akan usir lo semua dari rumah
ini”.
“Astagfirullah’aladzim
kak Aldi Istigfar, sudah terlalu jauh kak Aldi berada dalam kenistaan yang kini
sudah menggelapkan mata hati kakak, ini adalah rumah peninggalan ayah, bukan
sepenuhnya milik kakak”. Aisyah menegaskan dengan nada lembut sesekali air mata
mengalir ke pipinya.
“Alaaah bersetan
dengan kalian”. Ucap Aldi kasar.
“Sekarang gua mau
makan”. Lanjut Aldi dengan muka sinis
“Tidak ada makanan
nak, Ummi belum masak. Sekarang masih pagi lebih baik kau ambil wudhu
dan shalat subuh berjama’ah dengan kami, sudah lama kita tidak shalat
berjama’ah nak”. Pinta Ummi lembut.
“Alaaah percuma gua shalat
toh Allah tidak mengabulakan doa-doa gua”. Balas Aldi dengan rasa tidak
perduli.
“Istigfar nak, Allah
punya rencana lain untuk hidupmu”.
“Rencana apa?. Gua
udah punya rencana untuk sekolah di luar negeri dengan jalur beasiswa tapi
kenapa setelah gua ikut test gua gak lolos. Padahal gua udah
belajar tekun dan berdo’a siang malam”. Mendengar perkataan Aldi Ummi Ida merasa sedih
dan air matanya pun tak tertahankan untuk terjatuh. Aisyah dan Rindu
langsung memeluk Umminya yang sangat mereka cintai itu.
Aldi berubah menjadi seperti
sekarang ini karena 2 tahun yang lalu ia tidak lolos ketika test lewat jalur
beasiswa di Universty Oxford Inggris, padahal ia sangat ingin bersekolah di
sana. Dari peristiwa itu ia mengaggap Allah tidak menyayanginya lagi karena
keinginannya tidak terwujud dan saat ini ia kuliah di Universitas Indonesia di
Jakarta, itu juga karena dibujuk oleh Umminya.
Karena awalnya ia tidak mau melanjutkan sekolah. Namun semenjak ia kuliah,
kepribadian yang Islami dalam dirinya kini berubah menjadi brutal.
Embun di pagi yang buta, mentari yang
baru terlihat tersenyum seraya berbagi terangnya untuk orang-orang yang berangkat
mencari rizqi. Terasa
sejuk udara dipagi hari ditambah merdu kicauan burung yang tak bosan-bosan
memberikan keindahan suaranya. Sinar mentari baru terlihat remang-remang tak
jelas, karena ditutupi kabut tebal di pagi hari.
Aisyah seperti biasa membatu
pekerjaan Umminya. Mulai dari mencuci baju, menyapu halaman rumah, mencuci
piring dan masih banyak yang lagi. Setelah semua pekerjaan
telah
selesai dikerjakan Aisyah beristirahat di kamarnya
melelas lelah dengan merebahkan tubuh di kasur empuk.
Tidak lama kemudian Aldi keluar dari kamarnya menuju
kamar mandi untuk buang air kecil. Aldi terdiam di depan pintu kamar Aisyah.
Kamar Aisyah yang selaju dengan kamar mandi.
“Pasti si cantik ini
lagi istirahat”. Tutur Aldi dalam hati. Perkiraan yang sangat tepat, ini karena
Aldi sudah hafal betul dengan kegiatan ibu dan juga adik-adiknya di rumah.
Aldi membuka pintu kamar Aisyah
yang saat itu tidak dikunci. Senyum Aisyah yang manis walaupun ia sedang tertidur,
jilbab warna merah muda yang tetap Aisyah kenakan walaupun ia sedang tertidur
dengan pakaian gamis warna birunya. Ia tidur
begitu
lelap karena seharian membantu Umminya mengerjakan pekerjaan rumah hal
itu pastilah melelahkan.
Entah bisikan syetan apa yang menghasut pikiran Aldi. Dengan
tangan kasar ia memegang tangan Aisyah, Aisyah pun sangat terkejut dan
terbangun.
Aisyah membukakan kedua matanya, sungguh ia dibuat kaget ternyata yang
memeganginya tersebut adalah kakaknya sendiri.
“Kak
Aldi, lepaskan” Aisyah berontak dan teriak saat Aldi hendak memeluk tubuh
Aisyah.
“Jangan
kak” teriak Aisyah dengan perlawanan semampunya.
“Ya
Allah lindungi hamba, beri hamba kekuatan”, lirih Aisyah dalam hati.
Berkali-kali
Aldi melayangkan tamparan dan pukulan pada Aisyah, sesekali ia melemparkan
Aisyah ke tempat tidur dan memaksanya untuk memenuhi nafsu bejadnya.
“Kak
Aldi jangan kak….”, teriak Aisyah dengan nada sayup seraya ia memukul Aldi
dengan tangannya. Namun apa daya usahanya hanya sia-sia karena Aisyah hanyalah
seorang
wanita.
Aisyah hanya
mampu
beristigfar dalam hati seraya air mata jatuh membasahi pipinya, ia sudah
berusaha melepaskan tubuhnya dari cengkraman laki-laki bejad
ini.
Sungguh Aisyah sangat sedih, apa yang ia akan pertanggungjawabkan kepada suaminya
kelak. Karena kesuciannya telah di renggut oleh kakak kandungnya sendri.
Peristiwa itu tidak seorangpun yang mengetahui kecuali Allah dan malaikat-malaikat-Nya. Karena pada
saat itu Ummi Ida sedang pergi ke
pasar, sedangkan Rindu belum pulang dari sekolahnya.
Waktu kian berlalu. Kini wanita pelacur yang dari semalaman tertidur di
kamar Aldi itu bangun dan dengan lancangnya ai keluar kamar dan bermaksud untuk
pergi ke dapur, karena perutnya lapar. Sebelum wanita itu membukakan pintu
kamari, tiba-tiba Aldi membukakan pintu kamarnya lebih dulu dan langsug memeluk
wanita pelacur itu. Mereka jadikan rumah itu tempat maksiat,
seakan mereka tidak takut dengan azab Allah yang sangat pedih. Betapa bejadnya
Aldi yang telah merenggut kehormatan adiknya sendiri kini ia kembali memenuhi
nafsu bejadnya kepada wanita pelacur saat dia ajak menginap di rumahnya itu, Naudzubillahimingdzalik.
“Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokaatuh”. Salam Ummi Ida saat
memasuki pintu depan rumah.
Tidak
ada yang membalas salam itu, kini Ummi menatap ruang tamu yang sudah rapih.
“Aisyah
pasti kelelahan” tutur Ummi Ida dalam hati.
Ummi
Ida beranjak ke dapur, berniat ingin masak sesuatu untuk anak-anaknya.
Sebelum ia sampai di dapur
langkah kakinya terhenti di depan pintu kamar Aisyah. Terdengar isak tangis
seorang wanita dari arah kamar Aisyah.
“Ya
Allah apa yang terjadi dengan putriku”, tutur Ummi Ida dalam hati seraya ia bergegas membukakan pintu kamar Aisyah.
“Astagfirullah’aladzim”
teriak Ummi. Ia melihat Aisyah sedang duduk di atas ranjang berbalut selimut yang
menutup tubuhnya.
“Siapa yang melakukan
ini nak”. Tutur Umi Ida dengan nada tinggi karena merasa terkejut dengan apa
yang ia lihat sekarang.
Hanya isak tangis
Aisyah yang menjawab pertanyaan Umminya itu, karena tidak kuasa menahan
kesedihan yang saat ini ia rasakan, kehormatan yang sangat ia jaga baik-baik
itu kini telah direnggut oleh kakak kandungnya sendiri. Sungguh biadap Aldi,
mata hatinya sungguh tertutup.
“Ka ka ka Aldi Ummi”. Jawab Aisyah
lirih.
“Astagfirullah’aladzim”.
Mendengar perkataan Aisyah, hatinya serasa ditusuk berjuta-juta
bambu yang runcing, sakit terasa. Air matanya mengalir begitu deras serasa ia
terus beristigfar dalam hati.
Bergegas Ummi Ida keluar dari kamar
Aisyah dan menuju kamar Aldi.
Setelah sampai di depan
kamar Aldi tanpa mengetuk pintu Ummi Ida langsung membukakan pintu
kamar Aldi. Dan apa yang ada dalam pandangannya
saat ini?, Naudzubillahimingdzalik
sebuah pemandangan yang membuat Ummi Ida merasa jiji.
“Astagfirullah’aladzim Aldi“. teriak Ummi Ida. Linangkan air mata yang
kini hiasi pipinya. Ia langsung bergegas keluar.
Melihat peristiwa itu Ummi Ida
langsung keluar rumah dan pergi menuju rumah Pa Lurah untuk melaporkan
perbuatan bejad yang dilakukan oleh anaknya itu, walupun dengan berat hati dan kasihan
karena walau bagaimanapun Aldi adalah anak laki-laki satu-satunya yang
seharusnya ia menjadi pelindungi baginya dan adik-adiknya menggantikan posisi
Alhamarhum suaminya sebagai kepala keluarga. Tapi karena Ummi paham betul tentang
syari’at Islam bahwa perbuatan anaknya sudah sangat keterlaluan dan
harus dihukum.
Setelah Ummi Ida sampai di rumah Pak Lurah, ia menceritakan maksud
serta tujuannya datang ke sana. Mendengar
cerita Ummi Ida Bu Lurah langsung memeluknya. Ia paham betul apa yang saat ini
sedang dirasakan oleh Ummi Ida.
“Ummi yang sabar ya”.
Tutur Bu Lurah lirih.
“InsyaAllah bu”.
Jawab Ummi Ida sendu
Tidak lama kemudian Pak Lurah
dengan warga yang lainnya pergi menuju rumah Ummi Ida untuk menghukum Aldi dan
wanita pelacur yang sudah melakukan dosa besar di rumah yang merupakan warisan
satu-satunya dari Almarhum sang ayah.
Setelah sampai di
depan rumah, Pak Lurah berhenti sejenak dan berkata “Bapak-bapak dan ibu-ibu
sekalian kita harus sabar dan tenang. Agus, Pak Ali dan Ustman mari ikut
saya masuk ke dalam”. Pinta Pak Lurah.
“Iya Pak”.
Pak Lurah dan tiga
warga lainnya langsung memasuki rumah Ummi Ida untuk menggerebek Aldi
dan wanita pelacur itu.
“Astagfirullah’aladzim...
Aldi ayo ikut kami”. Pemandangan yang sangat tidak enak dilihat itu
disaksikan Pak Lurah dan tiga warga lainnya.
Mereka memaksa Aldi dan wanita pelacur itu keluar walaupun
dalam keadaan tidak memakai baju satu helai pun.
Setelah mereka sampai di halaman rumah, warga langsung mempersiapkan
batu untuk melempari Aldi dan perempuan pelacur itu, tanpa menunggu perintah dari Pak
Lurah. Aldi dan wanita pelacur itu dilempari batu-batu besar. Di desa itu aliran
Islam begitu melekat, hukum Islam di sini jadi pedoman mereka. Mereka
menegakkan hukum ini semata-mata karena Lillahita’ala dan untuk kerukunan serta
kejayaan umat Islam bersama.
Melihat situasi itu Ummi Ida dan Aisyah
sangat
sedih, air matanya bagaikan hujan deras yang tak hentinya-hentinya turun.
“Ya Allah.. Semoga
yang kami lakukan ini dapat memberi
pelajaran untuk anak hamba Aldi dan semoga bisa membukakan mata hatinya yang sekian lama tertutup oleh
kabut hitam kenistaan”. Do’a Ummi Ida dalam lubuk hati
terdalamnya.
Dari kejauhan Rindu merasa heran dengan banyaknya warga di
halaman depan rumahnya.
“Apa yang terjadi?”.
Tanya Rindu pada diri sendiri.
Bergegas Rindu
berlari ke keramaian itu.
“Astagfirullah’aladzim
kak Aldi, kenapa ka Aldi dipukuli begitu Ummi?”. Tanya Rindu kepada Ummi Ida sambil memeluknya erat.
Dalam benak Rindu ia
berfikir ini seperti “Hukuman Rajam” dan rajam itu adalah hukuman yang
diberikan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan “Jinah Mukhson “ dan
“Jinah Ghairu Mukhson”. Ka Aldi melakuan jinah dengan perempuan itu,
Astagfirullah’aladzim tidak mungkin, tapi pikiran Rindu tentang hal itu pasti
benar bahwa kakaknya itu melakukan perbuatan jina.
“Ya Allah,, ampunilah
kak Aldi”. Tutur Rindu dalam hatinya.
……….
Waktu terus berlalu, jarum jam tak pernah lelah untuk terus berputar
seiring dengan itu berputar pula bumi mengelilingi matahari serta
bulan mengelilingi
bum. Siang berubah menjadi malam dan malam berubah menjadi siang, begitulah
seterusnya kehidupan di dunia ini sungguh besar Kuasa Illahi.
2 Tahun kemudian, kini suasana rumah Ummi Ida berubah,
dengan hadir cucu pertamanya yaitu putra Aisyah dengan Ust.
Ahmad Bukhori. Mereka menikah 2 bulan setelah peristiwa pengasingan Aldi dari desa Mekarjaya itu. Ust. Ahmad Bukhori
merupakan salah satu anak dari seorang Kiayi besar yang berasal dari desa sebrang,
ia menaruh hati pada Aisyah karena kelembutan
hati serta keindahan akhlaknya. Ia tidak menghiraukan peristiwa yang 2 tahun
lalu menimpa Aisyah, karena ia paham betul itu semua bukan keinginan Aisyah.
Karena semua kehidupan di muka bumi ini sudah menjadi kehendak Allah SWT dalam semua qadha dan qhadarnya, kita sebagai hamba-Nya
hanyalah bisa berdo’a dan berusaha, selebihnya Allah SWT yang mengatur
segalanya. Walaupun kita hidup di dunia ini mempunyai ilmu yang tinggi, toh
ketika ajal kita tiba kita sendiri tidak bisa menambah usia kita atau menambah
waktu kita untuk bisa hidup di dunia ini, walaupun hanya satu detik. Aisyah
sangat bersyukur karena Allah SWT telah menciptakan ia untuk menjadi Imam dalam
membimbingnya menuju jalan yang di ridhai-Nya. Aisyah dan Ust.
Ahmad Bukhori sudah hampir 2 tahun menjalin ikatan rumah tangga, mereka dikaruniai satu
orang putri
yang sangat cantik.
Rindu pun kini sudah duduk
dikelas XI Madrasah Tsanawiah, kedewasaanpun mulai terlihat dari cara ia
berfikir, berbicara dan bertindak. Didikan Ummi Ida kepada anak terakhirnya itu
pun begitu melekat pada diri Rindu ditambah dengan ilmu agama yang Rindu dapatkan
setiap hari di sekolahnya.
2 tahun pula anak laki-laki
satu-satunya Ummi Ida telah pergi, walaupun Aldi selalu menyakiti hatinya namun
beliau sangat merindukan dan menyayangi
Aldi, ia sangat berharap akan kepulangan anaknya itu, ia tidak tahu ada di mana
sekarang anaknya itu.
Ummi Ida semakin beranjak tua,
usianya pun sudah hampir 50 tahun sehingga penyakitnya
satu persatu mulai bermunculan. Mau tidak
mau ia harus rajin untuk cek up ke dokter tiap minggunya.
Sampai pada suatu waktu penyakit
Ummi Ida kambuh, lain dengan rasa sakit yang sebelum-sebelumnya ia rasakan,
kali ini sakitnya begitu parah, setiap kali Pak Ahmad suami Aisyah hendak
membawa Ummi Ida ia malah menolak ajakan menantunya itu, karena Ummi berfikir
sudah begitu banyak ia merepotkan keluarga anaknya itu dengan penyakit-penyakit
yang kini dideritanya, ia ikhlas jika Allah SWT memanggilnya untuk kembali ke
tempat peristirahatannya.
“Ummi,, sakit Ummi semakin parah,
lebih baik Ummi ke dokter ya!”. Pinta Ahmad kepada Ummi Ida.
“Jangan nak,
sudah terlalu banyak Ummi merepotkan kalian. Mungkin sudah tidak lama lagi Ummi akan pergi”, Tutur
Umi Ida lirih
Mendengar hal itu
Ahmad, Aisyah, dan Rindu berjatuhan air mata.
“Ummi,
jangan tinggalin Rindu, maafkan Rindu jika Rindu belum sempat membalas semua
jasa-jasa Ummi, maafkan Rindu jika kadang Rindu tidak menuruti perintah Ummi,
maafkan Rindu Ummi jika Rindu belum bisa membuat Ummi bahagia. Maafkan Rindu
Ummi…. Rindu cinta Ummi..” ucap Rindu dengan nada tersendu-sendu.
“Ummi
sudah maafkan kesalahan kamu nak, jadilah anak yang solehah seperti kak Aisyah,
turuti perintahnya nak, Ummi juga sangat mencintai Rindu, Rindu adalah anak
Ummi yang baik.. Ummi sudah bahagia punya anak seperti Rindu.. do’akan Ummi
ya…” jawab Ummi Ida lirih
“Aisyah
juga minta maaf Ummi” tutur Aisyah sambil merangkul tubuh lemah Ummi Ida
“Maafkan
Ahmad juga Ummi” tutur Ahmad seraya mencium tangan Ummi Ida
“Ummi
sudah maafkan kesalahan kalian semua, ikhlaskan Ummi.
Keesokan harinya Ahmad bermaksud
untuk mencari Aldi adik iparnya yang sudah 2 tahun pergi dari rumah karena diasingkan
akibat perbuatannya 2 tahun yang lalu.
Ia meminta izin kepada Aisyah
istrinya, namun Ahmad tidak memberitahu maksudnya itu kepada Ummi Ida, karena
takut hanya akan menambah beban pikirannya.
“Ummi Abi berangkat
dulu”. Tutur Ahmad kepada istrinya.
“Iya Abi,
hati-hati di jalan”. Jawab Aisyah
Ahmad yang sangat pengertian terhadap Ummi Ida, ia
sudah
menganggap Ummi Ida sebagai Ibu kandugnya sendiri. Iya
tahu dalam tatapan Ummi Ida, ia sangat ingin bertemu dengan anaknya itu, namun
tak pernah ia ceritakan kepada anak dan menantunya.
Ahmad pergi mencari Aldi dengan
memakai Mobil Hoda Jazz warna putih, dengan mengenakkan baju koko hitam dihiasi bordir warna putih
tangan pendek dan berpeci hitam, ia memasuki mobil dan langsung meningalkan
halaman rumah.
“Bismillahirrahmanirrahim,
ya Allah beri Hamba petunjuk-Mu”. Tutur Ahmad dalam hati.
Ahmad sudah keliling ke sana ke mari,
mencari setiap petunjuk yang ia dapat dari temannya tentang keberadaan
Aldi. Sebenarnya Ahmad sudah dari dulu berniat untuk mencari Aldi, namun Ummi
Ida selalu melarangnya dengan alasan semoga kehidupan di luar bisa lebih
menyadarkan anaknya itu.
Begitu banyak alamat-alamat yang ia dapatkan dari
temannya. Alamat
pertama ia mendatangi rumah yang mewah namun di gerbang rumah itu
tertera pelang yang bertuliskan “RUMAH INI DI SITA”, iya mendapatkan informasi
bahwa penghuni rumah ini sudah lama pergi, ia terbukti melakukan
korupsi di tempat ia berkerja dan pindah ke tempat lain, Ahmad sempat diberi
alamat rumah Aldi yang baru, karena seseorang yang memberitahukannya itu pernah
menjadi pengurus kebun milik Aldi.
“Pak Aldi mempunyai
istri yang solehah dan beliau dikaruniai satu orang putra yang tampan persis
seperti Pak Aldi, Pak Aldi pernah bercerita kepada saya tentang masa lalunya
yang suram, dan ia pun diusir dari tempat kelahirannya, namun Pak Aldi sangat menyesali
perbuatannya itu. Pak Aldi juga bilang ke saya bahwa ia sangat ingin sekali
pulang ke rumahnya, ia merindukan Ummi dan adik-adiknya, namun beliau malu atas
apa yang telah beliau lakukan kepada mereka. Memang Pak Aldi orang yang
sangat
baik, tapi saya heran entah kenapa ia bisa melakukan
perbuatan kotor itu yaitu menggelapkan uang perusahaan”. Begitulah
penjelasan dari Bapak ujang mantan pengurus kebun di rumah Aldi.
Kemudian Ahmad pergi ke alamat
ke dua, rumah yang terletak jauh dari jalan raya, sehingga Ahmad harus
berhati-hati karena jalan yang ia tempuh sangatlah rusak. Sesekali ia harus
bersabar mengendarai mobilnya melewati jalan licin yang berlumpur, sering sekali ban mobilnya masuk ke
lubang lumpur yang mengakibatkan iya harus meminta bantuan kepada
warga setempat untuk mendorong mobilnya.
Setelah tiba di rumah yang kedua, rumah yang sederhana yang jauh berbeda
dengan rumah yang pertama, ia langsung
mengetuk pintu rumah itu.
“Tok...Tok...Tok”.
“Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh”. Salam Ahmad seraya mengetuk pintu rumah itu.
“Wa’alaikumsalam Warohmatullahi
Wabarokatuh”. Mau cari siapa Pak? Tanya seorang wanita
berjilbab hitam.
“Benar ini rumah Bapak Aldi?” Ucap
Ahmad sambil menunjukan kertas yang berisi alamat rumah tersebut.
“Iya, memang dulunya
ini rumah Bapak Aldi, tapi sekarang Bapak Aldi sudah pindah Pak, karena sewaktu
Pak Aldi tinggal di sini Istrinya menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan di
rumahnya sendiri selagi Pak Aldi sedang pergi mencari berkerja” tutur Ibu yang
saat ini berdiri di depan Ahmad.
“Silahkan
masuk Pak”
“Oh
iya bu” jawab Ahmad.
“Maaf
Pak ini bukan rumah tapi gubuk, sebentar Pak saya ambilkan air seadaanya”.
“Oh
iya Bu, terimakasih jangan repot-repot” jawab Ahmad lagi.
Ibu
yang berjilbab hitam itu menyuguhkan segelas air putih dan sepiring beberapa
jajanan warung yang ia beli.
“Ini
Pak, maaf Pak tidak ada apa-apa”.
“Oh,
tidak apa-apa Bu”. Jawab Ahmad
Kejadian
itu kira-kira 5 bulan yang lalu, pagi itu sangatlah cerah, saya lihat Pak Aldi
dan Istrinya sedang berdiri di depan rumah. Dari jauh saya perhatikan mereka
karena kebetulan rumah saya waktu itu tidak jauh dari kediaman Pak Aldi.
Ternyata pagi itu Pak Aldi akan mencari pekerjaan karena saya lihat ia membawa
beberapa map di tangannya, sebelum berangkat ia mencium kening Istri dan
anaknya yang waktu itu baru masih berusia 9 bulan.
Kira-kira
pukul 13.00 WIB setelah saya selesai mencuci saya dikagetkan dengan tangisan
seorang bayi, suara tangisan itu berasal dari rumah Ibu Resti istri Pak Aldi.
Saya langsung bergegas menengoknya ke sana.
Setibanya
di depan rumah Bu Resti, pintu rumahnya terbuka kemudian saya langsung masuk ke
dalam. Suara tangisan anak Bu Resti semakin jelas terdengar oleh telinga saya,
ternyata Muhammad anak dari Pak Aldi sedang berada di ranjang tempat tidurnya
yang mungil.
“Atagfirullah’aladzim,
apa yang terjadi dengan Muhammad? Dimana Ibu Resti? Ia begitu tega meninggalkan
anaknya seorang diri”
Saya
melihat rumah itu sangat berantakan, lemari yang hampir semua isinya berserakan
dil antai, perabotan yang lainnya. Saya bergegas ke kamar Bu Resti dan “Astagfirullah’aladzim”
saya beristigfar dengan setengah berteriak, saya hampir tidak percaya dengan
apa yang saya lihat saat itu. Ibu Resti sedang terbaring di atas kasur dengan
bermandikan darah. Saya menghampirinya, baju yang ia kenakan banyak yang sobek.
Ya Allah…. Bu Resti apa yang terjadi dengan Ibu, saya memegangi tangan kirinya,
sedang tangan kanannya memegangi pisau yang tertancap di perutnya, mukanya
penuh dengan darah sampai saya hampir tidak bisa mengenalinya.
“Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh”. Suara salam Pak Ahmad dari luar
rumah. Pak Ahmad kemudian langsung pergi ke kamar karena melihat rumahnya
sangat berantakan.
“Atagfirullah’aladzim,
apa yang terjadi dengan kamu Ummi?” Pak Aldi berkata seraya ia menangis hebat.
“Saya
mendengar Muhammad menangis kemudian saya bergegas kemari Pak, dan saya jumpai
Bu Resti sudah seperti ini” jelas saya
Saya
sangat kasihan terhadap Pak Aldi, nasibnya sungguh malang. Setelah 1 tahun yang
lalu ia kehilangan harta, rumah dan pekerjaanya, kini ia harus kehilangan
istrinya. Setelah kejadian itu saya tidak melihat Pak Aldi lagi, kata
orang-orang Pak Aldi pindah.
Begitulah
cerita yang diceritakan oleh Ibu berjilab hitam itu seraya ia menangis. Ahmad
merasa sedih dengan apa yang diceritakn olehnya.
“Innalillahi Wa
Innalilaihiraaaji’un kuburannya kira-kira jauh tidak bu dari sini?” Tanya Ahmad
“Kebetulan tidak Pak hanya beberapa
meter saja”
“Boleh saya diberitahukan tempatnya Bu?”
“Oh, tentu saja bisa,
nanti anak saya yang akan mengantar Bapak ke tempat pemakaman Istri
Pak
Aldi”.
“Baik Bu,
oh maaf Bu, sebelumnya kita belum berkenalan. Nama saya Ahmad, kebetulan saya
suami dari adiknya Pak Aldi” tutur Ahmad
“Nama
Ibu, Bu Anah”
Begitulah percakapan
Aldi dengan Bu Anah
“Iwan tolong antarkan
bapak ini ke kuburan Ibu Resti Istrinya Bapak Aldi”
“Iya Ummi”
Tidak begitu jauh memang tempat pemakaman Almarhumah Ibu Resti istri dari
Aldi tersebut. Setelah sampai di sana, Ahmad pun langsung
berziarah dan mendo’akan Almarhumah istri dari adik iparnya itu. Setelah selesai
mereka kembali ke rumah yang dulu dihuni oleh Aldi, di perjalanan Ahmad
bertanya-tanya kepada Iwan anak dari Bu Anah yang saat ini menghuni rumah Aldi.
“Iwan sekarang kelas berapa?” Tanya Ahmad
akrab.
“Kelas VII Pak”
“Iwan kenal dengan
anak dari Bapak Aldi?”
“Kenal Pak, bahkan
sebelum Pak Aldi pindah Iwan selalu mengajak anaknya bermain bersama-sama”.
Sesampainya di rumah, Ahmad
langsung berpamitan pulang dan meminta alamat rumah Pak Aldi.
“Terimakasih Bu, Assalamu’alaikum
Waromatullahi Wabokatuh”
“Iya sama-sama Pak. Wa’alakumsalam
Waromatullahi Wabokatuh”
Kemudian Ahmad pun melanjutkan perjalanannya, namun di perjalanan banyak
sekali hambatan yang ia alami, mulai dari kempes ban, kehabisan bensin, mogok
dan terjebak dilumpur. Alamat yang diberikan oleh Ibu
Anah tersebut sangat sulit untuk di cari, karena kurang jelas alamat
yang ia berikan.
Kini jam menunjukan Pukul 17.30 WIB, Ahmad berniat mencari Masjid.
Setelah menemukan masjid ia langsung memarkirkan mobilnya di halaman masjid.
Aldi keluar dari mobilnya sambil membawa tas yang ia gantugkan di pundaknya yang berisi peralatan sholat dan
Al-Qur’an. Sebelum ia memasuki Masjid, ia duduk sejenak di teras mesjid sambil
melepaskan sepatu pentopel yang selalu setia mengikuti jejak langkahnya mencari
adik iparnya.
Dari kejauhan Ahmad melihat
pengemis yang berpakaian sobek dan kumel, tidak memakai alas kaki, memakai topi
putih namun sudah kusam karena mungkin terlalu lama tidak ia cuci, pengemis itu
menghampiri Ahmad yang saat itu sedang melepas lelah di teras masjid. Seiring
dengan langkah pengemis yang masih muda itu, Ahmad sangat serius mengamati
wajah pengemis itu, langsung ia mengambil dompet dan melihat photo Aldi
yang diberikan istrinya Aisyah sebelum ia berangkat.
“Alhamdulillahirobbil’alamin,
MasyaAllah” Tutur Ahmad dengan sedikit berteriak. Ahmad langsung sujud Syukur
kepada Allah.
Pengemis itu kini
lebih dekat.
“Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh, Bapak boleh saya minta sedikit makanan untuk mengganjal perut saya yang
sudah 2 hari tidak saya isi dengan sebiji nasipun, saya berharap Bapak bisa
jadi malaikat penolong saya hari ini”.
Pengemis itu berdiri
di depan Ahmad yang masih sedang sujud.
Ahmad
langsung bangun dan berkata :
“Wa’alaikumsalam
Warohmatullahi Wabarokatuh, aku adalah manusia yang diberi amanah oleh seorang
istri yang cantik dan juga solehah, untuk mencari seorang anak
laki-laki yaitu kakaknya sendiri yang dulu pergi karena diasingkan akibat
perbuatannya 2 tahun yang lalu, kini sosok wanita yang melahirkannya sedang merinddukan ia,
kini wanita itu sedang berbaring tak berdaya di atas ranjangnya dan menantikan
kepulangan anak laki-laki satu-satunya itu yang ia sangat rindukan dan
sayangi, ia bernama Aldi Muslim yang dulu tinggal di pedesaan bernama Desa
Mekarjaya”.
Begitulah tutur Ahmad dengan mata berkaca-kaca.
Mendengar perkataan
itu pengemis yang saat itu berdiri di hadapan Ahmad langsung bersujud
dan menangis.
“MasyaAllah
MasyaAllah, Allahu Akbar Allahu Akbar, Ya Allah
terimakasih”. Teriak pengemis itu yang ternyata ia adalah Aldi, ia menangis histeris dan ia
langsung memeluk laki-laki yang kini berada di hadapnya.
“Kamu pasti suaminya Aisyah?”
Tanya Aldi
“Iya ka”.
Jawab Ahmad lembut
Keduanya berpelukan
dan Ahmad lagsung bersalaman mencium tangan Aldi.
“Pulang kak, kami
semua merindukanmu”, tutur Ahmad berkaca-kaca
Mendengar kata-kata itu
air mata Aldi mengalir deras
“Iya kakak akan
pulang untuk Ummi dan kalian, kakak juga merindukan kalian
semua. Mohon
maaf atas semua kesalahan-kesalahan kakak, walau kakak tahu pasti sangat berat
memberikan maaf pada orang sehina kakak ”.
“Sudahlah
kak, kami semua sudah memaafkan kakak”.
Setelah itu Ahmad menuju
mobilnya dan langsung membukakan pintu untuk mengambil baju ganti untuk kakak
iparnya itu serta sebungkus Nasi dengan Ayam goreng yang ia beli di jalan dan
sebotol Aqua yang berisi 1 liter air.
“Ini kak ada baju
ganti dan makanan, kebetulan Ahmad membawa baju serta sarung dua untuk berjaga-jaga bila
nanti kotor”.
“Iya, hatimu
begitu
mulia beruntung adikku Aisyah mempunyai suami sepertimu”.
Aldi menyebutkan kata
“Aisyah” mengingatkan ia pada perbuatan yang ia lakukan kepada adiknya 2 tahun
yang lalu.
“Aku sekarang
menyesaaaaaaaal”. Teriak Aldi seraya mencium kaki Ahmad.
“Sudah, jangan begitu
kak dan jangan diingat masa-masa itu. Itukan sudah berlalu”.
Setelah Aldi selesai
makan, rasa lapar yang menyiksanya selama 2 hari itu kini bisa terobati dan
sekarang mereka bergegas untuk mengambil air wudhu.
Setelah mereka selesai shalat
maghrib, sambil menunggu datangnya waktu isya Aldi bercerita tentang kehidupannya
selama 2 tahun ini.
“Setelah apa yang aku lakukan
kepada Aisyah dan kepada pelacur itu saya diusir dari rumah, bahkan Ummi sempat
berkata “Jangan panggil aku Ummi, sebelum engkau menghapus sifat burukmu” aku
masih ingat akan kata-kata itu. Setelah aku diusir aku melamar pada salah satu
perusahaan dan alhamdulillah aku diterima sebagai manager padahal baru melamar
tapi aku sudah diangkat menjadi manager, mungkin karena potensi dan mungkin
karena kejujuran yang aku miliki. Diterimanya aku sebagai manager membuat
perkerja serta karyawan-karyawan lainnya yang sudah bertahun-tahun bekerja di
sana merasa iri, karena jabatan yang aku duduki saat itu, sehingga pada suatu
hari aku difitnah menggelapkan uang perusahan sebesar 1,3 triliyun, rupiah
padahal demi Nama Allah yang maha Melihat lagi Maha Mengetahui aku tidak pernah
menggelapkan uang itu, melihat buktiku tidaklah kuat, dan mereka melihat
rumahku yang megah itu menyangka bahwa itu adalah salah satu dari uang hasil
korupsi, padahal rumah itu adalah hadiah dari seorang laki-laki yang tersesat
ketika sedang melaksanakan haji dan aku dihadiahkan rumah megah itu. Seluruh
aset-aset kekayaanku semuanya disita termasuk rumah yang dihadiahkan itu”.
“Berarti kakak sudah
menjadi haji?” Tanya Ahmad dengan nada penasaran.
“Alhamdulillah, 1
tahun sebelum rumahku disita aku menikah dengan Wanita jebolan Pesantren
terkenal di Provinsi Jawa Barat, namanya Resti Annisa. Dia wanita yang solehah maka
aku jatuh hati kepadanya karena kecantikan dan keindahan hati serta akhlaknya.
Kami dikaruniai satu orang putra namanya Muhammad Muslim Basyim. Dia anak yang
tampan. Setelah semuanya diambil saya pindah ke daerah bekasi yang engkau
datang ke sana itu, rumah itu dapat aku kontrak selama 1 tahun, tapi setelah
kami tinggal disana hampir 7 bulan yang lalu rumahku dicuri dan akhirnya istriku
meninggal akibat korban pemerkosaan dan pembunuhan, setelah istriku meninggal
hati ini sangat sakit. Perasaanku saat itu hancur, kebahagiaan yang indah
berujung pada kesedihan dan cobaan yang bertubi-tubi, serasa di dunia ini hanya
ada aku seorang. Kemudian setelah kontrakanku habis aku pergi dan hidup di jalanan
seperti sekarang ini, saya mengemis karena itu yang hanya bisa ku lakukan
karena aku sering sekali sakit-sakitan, ini mungkin hukuman dari Allah kepadaku
atas apa yang sudah aku perbuat kepada ibu dan adik-adikku”.
Begitulah
cerita
yang disampaikan Aldi kepada Ahmad.
“Sekarang anak kakak
berada di mana?” Tanya Ahmad penasaran.
“Kakak titipkan di Panti Asuhan karena kakak tidak mampu membiayai kebutuhannya”.
“Kalau begitu setelah
kita Shalat Isya, kita pergi ke Panti Asuhan untuk menjemput Muhammad”. Pinta
Ahmad.
“Iya”.
Jawab Aldi singkat.
“Ayo kita Sholat dulu sudah Adzan
tuh”. Ahmad mempersilahkan
“Mari”.
Jawab Aldi
Setelah mereka shalat Isya,
mereka langsung pergi menuju Panti Asuhan tempat di mana
Muhammad dititipkan. Sesampainya di sana Aldi langsung memeluk anaknya yang
sudah hampir 1 tahun itu. Iya berkali-kali mencium
pipinya yang manis serta mungil.
“Maafkan ayah nak,
ayah janji tidak akan meninggalkanmu lagi”. Tutur Aldi dengan nada sendu.
Setelah tiba di Panti Asuhan Aldi dan Ahmad menceritakan
maksud dari kedatangannya itu kepada Bu Ani sebagai Ketua Panti Asuhan dan beliau
pun
mengerti. Ketika Ahmad hendak mengambil amplop yang berisikan uang yang sudah
ia siapkan. Namun tib-tiba Bu Ani berkata :
“Jangan Pak, kami ikhlas
mengurusi Muhammad”.
“Tidak apa-apa ini
sudah menjadi rezeki Panti Asuhan ini Bu, barang kali ada
barang-barang yang dibutuhkan untuk dibeli”.
“Kalau begitu terima
kasih Pak”.
“Iya Bu sama-sama”.
Aldi hanya menangis melihat
situasi saat itu, karena ternyata masih ada orang yang berbuat baik terhadap
orang seperti dia yang dulunya selalu mendzalimi orang lain termasuk ibunya
sendiri. Ia jadi malu jika mengingat-ingat perbuatannya 2
tahun yang lalu terhadap adiknya Aisyah, yang saat ini sudah menjadi istri
Ahmad, orang yang rela berkorban mati-matian demi mencarinya.
Setelah mereka menjemput
Muhammad, mereka langsung pergi menuju rumah. Di perjalanan,
tiba-tiba Handphone Ahmad berbunyi ternyata Aisyah yang menelpon, langsung Ahmad memberhentikan
mobil ke pinggir jalan.
“Assalamu’alakum
Warohmatullahi Wabarokatuh, Abi”.
“Wa’alaikusalam
Warohmatullahi Wabarokatuh, iya Ummi ada apa?”.
“Ummi sakitnya
semakin
parah Bi,
Ummi
terus memanggil-manggil nama Kak Aldi. Kak Aldi sudah ketemu Bi?”,
tanya Aisyah penasaran.
“Alhamdulillah sudah
Mi, sekarang Kak Aldi sedang bersama Abi,
kami sedang dalam perjalanan pulang”.
“Alhamdulillahirabbil’alamiin
Ya Allah” Boleh, Ummi bicara dengan Kak Aldi”.
“Iya Mi”.
Aldi yang dari tadi mendengarkan
pembicaraan antara Ahmad dengan Aisyah, ia menundukan kepala dan
kembali ia menangis sambil menatap wajah Muhammad yang tertidur pulas.
Penyesalan sekaligus rasa haru menyelimuti perasaan Aldi, iya sangat
tidak menyangka bahwa
adiknya ternyata juga merindukan kepulangnnya, wanita yang sudah ia renggut
kehormatannya itu. Namun, sampai saat ini ia tetap menghormati Aldi, ia tidak
pernah membencinya, masyaAllah sungguh mulia hatinya bahkan ia ingin berbicara
dengan Aldi, karena mungkin sudah lama ia memendam rindu kepada kakaknya itu.
“Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh, Kak Aldi ini Aisyah, Aisyah merindukan kakak”.
“Wa’alaikumsalam
Warohmatullahi Wabarokatuh, maafkan semua kesalahan kakak Aisyah”,
tutur Aldi dengan linangan air mata.
“Aisyah sudah memaafkan kakak dari
dulu, masa lalu sudahlah berlalu kak, yang terpenting sekarang adalah kakak
pulang dan itu membuat Aisyah bahagia, kak Ummi saat
ini
sakit parah”.
“Iya kakak sekarang sedang
dalam perjalanan menuju ke rumah, tunggu kakak Aisyah sampaikan kepada Ummi
kakak sedang dalam perjalanan pulang, kakak rindu kalian semua”
“Iya
kak begitupun kam….., Ummi… Ummi” belum selesai Aisyah berkata, namun yang
terdengar hanyalah suara teriakkan memanggil kata Ummi, dan setelah kata itu
terucap 2 kali sambungan telepon langsung terputus.
Ternyata
di rumah Aisyah melihat Ummi Ida begitu susahnya menarik nafas, saat itu Ummi
Ida sedang dalam sakharatul mautnya, Aisyah yang saat itu sedang berbicara
dengan Aldi di telpon ketika ia melihat Ummi Ida handphonenya langsung terjatuh
kelantai dan terpecah menjadi beberapa bagian.
Di
mobil, Aldi semakin merasa cemas dengan kejadian yang baru saja ia alami.
“Ahmad,
bisa lebih cepat lagi tidak”, pinta Aldi dengan nada panik.
“Kenapa
kak?”, jawab Ahmad penasaran.
“Sepertinya
sedang terjadi sesuatu di rumah, tiba-tiba ditelpon tadi Aisyah
memanggil-manggil Ummi lalu sambungannya terputus, kakak telepon kembali namun nomor
Aisyah tidak aktif”, jelas Aldi semakin khawatir.
“Iya
kak”. Ahmad langung menaikan gas sekencang-kencangnnya, mobil yang ia kendarai
kini melaju dengan cepat, speedometer yang naik drastis. Tiba-tiba saat Ahmad
memutar stir untuk belok ke kanan di depan kaca mobilnya terlihat anak kecil
dan seorang nenek tua sedang menyebrang jalan dan…..
“Awaaaassssssssssssssssssss….
“
Ahmad
membuang stir ke kiri dan mobilnya jatuh ke jurang yang cukup juram. Suara
tangis bayi langsung terdengar keras, ya Muhammad ia masih dalam dekapan Aldi,
Aldi melindunginya walau ia terlempar keluar dari mobil, namun kepala Aldi
begitu parah terbanting ke batu. Ahmad masih berada di dalam mobil dalam
keadaan pingsan. Tiba-tiba handphone Ahmad berbunyi, handphone Ahmad yang saat
itu masih berada di saku celana Aldi. Tangan kiri Aldi yang berlumuran darah
berusaha meraih handphone di saku celananya, “Ya Allah berilah hamba kekuatan”,
tutur Aldi dalam hati. Ia berhasil mengambil handphone Ahmad, ternyata Aisyah
yang menelpon.
“Halo,
Assalamu’alaikum… Kak kak Aldi, kakak sekarang sudah tiba dimana?, Ummi sudah
kritis kak, cepat kak Aldi pulang”. Suara Aisyah yang panik terdengar di
telinga Aldi yang berlumuran darah
“Aisyah,
tolong berikan handphone ini ke Ummi dan dengarkan suara kakak ke telinganya,
sekarang”, perintah Aldi
“Iya
kak”.
“Ummi,
ini Aldi mi, anak Ummi, maafkan Aldi Ummi banyak sekali kesalahan yang Aldi
perbuat terhadap Ummi, saat ini Aldi tidak bisa melihat Ummi yang terakhir
kalinya karena Aldi………………tut tut tut”, tiba-tiba telpon terputus. Ummi Ida yang
saat itu sedang menemui ajalnya tiba-tiba ia terdiam dan menangis mendengar
suara Aldi ditelpon dan ia tersenyum kemudian perlahan matanya sayup dan
“Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raaji’un” teriak Aisyah, seraya air matanya
mengalir deras.
Setelah
Aldi menuturkan permohonan maaf terhadap Umminya tidak lama kemudian iya
terlebih dulu menemui ajalnya mendahului Ummi Ida
Kesedihan Aisyah, Ahmad dan Rindu tidak bisa tergambarkankan, tak
mampu terurai oleh lisan dan tak mungkin terlukis oleh kata, mengingat bahwa
mulai detik ini tak akan lagi sosok wanita yang akan selalu menyayangi mereka,
tak akan ada lagi sosok wanita yang akan ikhlas mengorbankan hidupnya demi
mereka, tak akan ada lagi wanita yang akan menasihati mereka dikala mereka
khilaf, tak akan lagi tempat mereka mencurahkan hati, tak ada lagi sosok wanita
yang ikhlas memberikan senyuman walau hatinya terluka. Tak akan ada dan tak
akan ada lagi sebutan “Ummi Ida” dalam hari-hari
mereka. Ditambah dengan kepergian Aldi, sosok kakak yang
sempat mencipta luka di hati mereka namun sangat mereka sayangi dan cintai….
(Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta)
Langganan:
Postingan (Atom)